Suatu senja hari saat aku pulang kantor dengan mengendarai sepeda motor, aku disuguhkan suatu drama kecil yang sangat menarik, seorang anak kecil berumur lebih kurang 10 tahun dengan sangat sigapnya menyalip disela-sela kepadatan kendaraan disebuah lampu merah perempatan jalan.
Dengan membawa bungkusan yang cukup banyak diayunkannya sepeda, sambil membagikan bungkusan-bungkusan tersebut ,ia menyapa akrab setiap orang, dari Tukang koran , Penyapu jalan, Tuna wisma sampai Pak polisi.
Pemandangan ini membuatku bertanya-tanya dan sangat tertarik untuk bertanya, pikiranku langsung membayangkan apa yang diberikan si anak kecil tersebut dengan bungkusannya, apakah dia berjualan? "kalau dia berjualan apa mungkin seorang tuna wisma menjadi langganan tetapnya atau?
Untuk membunuh rasa penasaranku yang kian penasaran, aku pun membuntuti si anak kecil tersebut sampai disebrang jalan, aku langsung menyapa anak tersebut untuk aku ajak berbincang-bincang. Dek, "boleh kakak bertanya"? "silahkan kak" jawab adik itu. "kalau boleh tahu yang barusan adik bagikan ketukang koran, tukang sapu, peminta-minta bahkan pak polisi, itu apa ya?," "oh… itu bungkusan nasi dan sedikit lauk kak, memang kenapa kak!," dengan sedikit heran , sambil ia balik bertanya. Oh.. tidak! , kakak Cuma tertarik cara kamu membagikan bungkusan itu, kelihatan kamu sudah terbiasa dan cukup akrab dengan mereka. Apa kamu sudah lama kenal dengan mereka?
Lalu ,Adik kecil ini mulai bercerita, "Dulu ! aku dan ibuku sama seperti mereka hanya seorang tuna wisma", setiap hari bekerja hanya mengharapkan belaskasihan banyak orang, dan seperti kakak ketahui hidup ini begitu sulit, sampai kami sering tidak makan, waktu siang hari kami kepanasan dan waktu malam hari kami kedinginan ditambah lagi pada musim hujan kami sering kehujanan, apabila kami mengingat waktu dulu, kami sangat-sangat sedih , namun setelah ibu ku membuka warung nasi, kehidupan keluarga kami mulai membaik.
Maka dari itu ibu selalu mengingatkanku, bahwa masih banyak orang yang susah seperti kita dulu , jadi kalau saat ini kita diberi rejeki yang cukup , kenapa kita tidak dapat berbagi kepada mereka.
Yang ibu ku selalu katakan “ hidup harus berarti buat banyak orang “, karena pada saat kita kembali kepada Sang Pencipta tidak ada yang kita bawa, hanya satu yang kita bawa yaitu Kasih kepada sesama serta Amal dan Perbuatan baik kita , kalau hari ini kita bisa mengamalkan sesuatu yang baik buat banyak orang , kenapa kita harus tunda.
Karena menurut ibuku umur manusia terlalu singkat , hari ini kita memiliki segalanya, namun satu jam kemudian atau besok kita dipanggil Sang Pencipta,” Apa yang kita bawa”?. Kata-kata adik kecil ini sangat menusuk hati ku, saat itu juga aku merasa menjadi orang yang tidak berguna, bahkan aku merasa tidak lebih dari seonggok sampah yang tidak ada gunanya,dibandingkan adik kecil ini.
Dengan membawa bungkusan yang cukup banyak diayunkannya sepeda, sambil membagikan bungkusan-bungkusan tersebut ,ia menyapa akrab setiap orang, dari Tukang koran , Penyapu jalan, Tuna wisma sampai Pak polisi.
Pemandangan ini membuatku bertanya-tanya dan sangat tertarik untuk bertanya, pikiranku langsung membayangkan apa yang diberikan si anak kecil tersebut dengan bungkusannya, apakah dia berjualan? "kalau dia berjualan apa mungkin seorang tuna wisma menjadi langganan tetapnya atau?
Untuk membunuh rasa penasaranku yang kian penasaran, aku pun membuntuti si anak kecil tersebut sampai disebrang jalan, aku langsung menyapa anak tersebut untuk aku ajak berbincang-bincang. Dek, "boleh kakak bertanya"? "silahkan kak" jawab adik itu. "kalau boleh tahu yang barusan adik bagikan ketukang koran, tukang sapu, peminta-minta bahkan pak polisi, itu apa ya?," "oh… itu bungkusan nasi dan sedikit lauk kak, memang kenapa kak!," dengan sedikit heran , sambil ia balik bertanya. Oh.. tidak! , kakak Cuma tertarik cara kamu membagikan bungkusan itu, kelihatan kamu sudah terbiasa dan cukup akrab dengan mereka. Apa kamu sudah lama kenal dengan mereka?
Lalu ,Adik kecil ini mulai bercerita, "Dulu ! aku dan ibuku sama seperti mereka hanya seorang tuna wisma", setiap hari bekerja hanya mengharapkan belaskasihan banyak orang, dan seperti kakak ketahui hidup ini begitu sulit, sampai kami sering tidak makan, waktu siang hari kami kepanasan dan waktu malam hari kami kedinginan ditambah lagi pada musim hujan kami sering kehujanan, apabila kami mengingat waktu dulu, kami sangat-sangat sedih , namun setelah ibu ku membuka warung nasi, kehidupan keluarga kami mulai membaik.
Maka dari itu ibu selalu mengingatkanku, bahwa masih banyak orang yang susah seperti kita dulu , jadi kalau saat ini kita diberi rejeki yang cukup , kenapa kita tidak dapat berbagi kepada mereka.
Yang ibu ku selalu katakan “ hidup harus berarti buat banyak orang “, karena pada saat kita kembali kepada Sang Pencipta tidak ada yang kita bawa, hanya satu yang kita bawa yaitu Kasih kepada sesama serta Amal dan Perbuatan baik kita , kalau hari ini kita bisa mengamalkan sesuatu yang baik buat banyak orang , kenapa kita harus tunda.
Karena menurut ibuku umur manusia terlalu singkat , hari ini kita memiliki segalanya, namun satu jam kemudian atau besok kita dipanggil Sang Pencipta,” Apa yang kita bawa”?. Kata-kata adik kecil ini sangat menusuk hati ku, saat itu juga aku merasa menjadi orang yang tidak berguna, bahkan aku merasa tidak lebih dari seonggok sampah yang tidak ada gunanya,dibandingkan adik kecil ini.
Aku yang selama ini merasa menjadi orang hebat dengan pendidikan dan jabatan tinggi, namun untuk hal seperti ini, aku merasa lebih bodoh dari anak kecil ini, aku malu dan sangat malu. Tuhan, Ampunilah aku, ternyata kekayaan, kehebatan dan jabatan tidak mengantarku kepadaMu
Terima kasih adik kecil, kamu adalah malaikat yang menyadarkan aku dari tidur nyenyakku selama ini.
__________________________________________
Apa yang dapat kita ambil dari kisah pendek diatas?
Bangunlah dari tidur nyenyakmu, berpikirlah bijak.
Suatu kebahagiaan akan sangat berharga ketika memberi dari pada menerima. Hidup ini akan lebih berarti ketika membagikan sesuatu untuk orang lain dan tidak hanya untuk menyenangkan diri sendiri.
Bangunlah dari tidur nyenyakmu, berpikirlah bijak.
Suatu kebahagiaan akan sangat berharga ketika memberi dari pada menerima. Hidup ini akan lebih berarti ketika membagikan sesuatu untuk orang lain dan tidak hanya untuk menyenangkan diri sendiri.
Belajarlah bersyukur pada hidup sederhana yang senantiasa melebihkan sedikit untuk memberi dan membagikan diri bukan mengumpulkan dan memiliki bagi diri sendiri. Ia adalah mukjizat rezeki.
Irf_Journey