Saturday, January 22, 2011
Engkaulah Segenggam Kemewahan
Dalam pelukan kasih sayang, dalam pengaharapan tak bertepi, dalam lautan air mata ketulusan, dalam doa-doa yang berhembus diterbangkan udara Adalah dirimu Kasih peilta jiwa ibu.
Tentang Cinta
Cinta sebenarnya tidak buta. Cinta adalah sesuatu yang murni, luhur dan diperlukan.
Yang buta adalah bila cinta itu menguasai dirimu tanpa suatu pertimbangan.
Yang buta adalah bila cinta itu menguasai dirimu tanpa suatu pertimbangan.
Dia itu Pahlawan Kehidupan
Diakhir tangis
Kutulis duka
Tumbuh berjajar diantara kerinduan-kerinduan
Beribu keinginan dalam hati
Berjuta harapan untuk bertemu bunda
Kutulis duka
Tumbuh berjajar diantara kerinduan-kerinduan
Beribu keinginan dalam hati
Berjuta harapan untuk bertemu bunda
Ibunda adalah
Cerita tentang Ibu
Akankah kita membuat sang Bunda senantiasa tersenyum hingga diusia senjanya? Beliau adalah sosok pahlawan yang membuat kita bisa berdiri tegar seperti sekarang. Bisakah kita merawatnya kelak sebagai wujud balasan cinta? Jawaban apa yang akan kita beri? Mungkin “ya” saat ini. Tetapi siapa tahu nanti karena kesibukan kita dalam bekerja, kita anggap mereka terlalu merepotkan. Apalagi kita sudah berkeluarga dan mempunyai anak. Hanya ada satu keputusan, kita akan membawa sang bunda ke panti jompo. Beberapa bulan kemudian, kita dapat telepon dari panti jompo yang mengatakan, “Ibu Anda sudah meninggal.” Akankah kita berbuat lebih kejam lagi untuk sang bunda?
Mungkin ini salah wujud penghargaan yang diberikan kepada seorang ibu atas segala jasa dan pengorbanannya. Menurutku memang pantas. Aku pun mengambil ponsel yang tergeletak di meja kamar kostku. Aku mulai merangkai kata-kata indah untuk ibu. Sebelum kutekan tombol send, kubaca ulang tulisanku tadi. Terlalu berlebihan, ibuku tidak akan paham kata-kata puitis seperti ini. Kutekan tombol edit, jemariku mulai mengetik. SMS terikirm. Beberapa menit kemudian, balasan pesan ibu kuterima. “Kok pake ucapan hari ibu segala, hari ibu itu seharusnya setiap hari. Oh ya, minggu depan kamu pulang?” Aku tersenyum sendiri membaca pesan ibu. Aku jadi berpikir tentang pendapat ibu, memang benar kalau tidak cukup perhatian dan waktu kita untuk ibu tercinta hanya sehari saja.
‘Besok kamu pulang?’ Itulah pesan yang selalu kuterima dari ibu setiap hari Jumat. Dari dulu seperti itu, tidak ada kata-kata lain yang lebih kreatif. Padahal ibu tahu, semenjak bekerja aku pulang ke kota Tulungagung di minggu pertama setiap awal bulan setelah gajian. Dengan begitu, aku bisa membawakan sedikit oleh-oleh untuk keluarga dari hasilku bekerja. Entah itu buah-buahan atau sekotak kue brownies, yang pasti aku tidak akan pulang ke rumah dengan tangan kosong. Walaupun ibu sering bilang padaku kalau tidak perlu membawa oleh-oleh karena itu pemborosan. Melihatku pulang dengan keadaan sehat saja ibu sudah senang. Waktu mendengar kata-kata ibu, hatiku trenyuh. Dan aku baru sadar akan makna pesan ibu yang super sangat singkat itu.
Minggu sore, saatnya aku balik ke Surabaya. Kucium tangan ibu saat berpamitan. Tanpa bicara, ibu masih berdiri di ambang pintu rumah mengantar kepergianku. Begitu sampai di terminal Tulungagung, bus tarif biasa jurusan Surabaya lewat Kertosono telah mengangkutku. Sekitar empat sampai lima jam perjalanan. Waktu yang cukup untuk memejamkan mata sejenak. Tapi suara guyuran hujan membangunkanku. Bus berhenti di sebuah perempatan kota Kediri. Lampu pertanda merah. Dari balik kaca kulihat titik-titik air yang kian membesar berjatuhan dari atas langit, seorang ibu muda dengan perut berisi calon jabang bayi setengah berlari menerjang hujan. Tanpa payung. Dia pun segera masuk kedalam bus dalam keadaan setengah basah. Bola hitam matanya mencari tempat duduk kosong. Tanpa pikir panjang, aku mengangkat tanganku. Seperti kode rahasia, perempuan itu pun langsung menempati bangku kosong disampingku. Dia tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Sebenarnya ada banyak pertanyaan yang sudah membendung dipikiranku untuk mengetahui perjalanan hidupnya, tapi aku menunggu waktu yang tepat. Hingga kulontarkan pertanyaan paling umum dan mendasar, “Turun mana Mbak?”
Awal yang bagus. Dan kisahnya terekam dalam memori otakku. Namanya Mbak Iin. Ditengah kehamilannya yang menua – berusia 7 bulan, dia ke Surabaya untuk bekerja sebagai karyawan toko di sebuah mall. Dia harus tetap bekerja sampai masa cuti hamil tiba. Jika tidak demikian, gaji tidak bakal didapat. Bukankah biaya persalinan saat ini tidak murah? Apalagi suaminya telah tiada sejak usia kandungannya satu bulan. Tapi mbak Iin sungguh tegar, tiada keluh kesah dalam setiap perkataannya. Dia menghadapi kemelut cobaan hidup ini dengan rasa syukur. Perjuangan seorang ibu yang luar biasa. Diakhir obrolan kami, mbak Iin berkata, “Bayi dalam kandungan ini yang membuat saya bertahan untuk hidup. Kamu masih muda, jangan pernah mengewakan ibumu.”
Saat diminta atasan untuk membuat desain logo sebuah komunitas, aku membuka kembali buku mata kuliah typografi yang tersimpan dalam kardus bawah ranjang kost. Sekedar mengingat filosofi dan jenis-jenis huruf, tiba-tiba saja aku teringat dengan dosenku. Ya, sejak kejadian itu hubunganku dengan ibu Nanik semakin dekat hingga sekarang. Ketika jam kuliah sedang berlangsung, Ibu Nanik – sang dosen jilbaber menerangkan definisi typografi. Huruf-huruf yang setiap hari kita jumpai dan bisa merangkai berbagai kata ini memiliki ribuan nama berdasarkan jenisnya. Ada yang menarik, hanya dengan satu huruf pun bisa mewakili sebuah makna bahkan filosofi. Ketika ibu Nanik menuliskan huruf “C” di white board, beberapa saat beliau terhenti. Lalu menghapusnya dan mengganti dengan huruf lainnya. Ada yang aneh, sepertinya huruf “C” mengingatkan sesuatu hingga raut muka Ibu Nanik mengisyaratkan kesedihan.
Ternyata benar. Diakhir jam mata kuliah, Ibu Nanik bercerita kalau anak bungsunya yang berawalan huruf “C” yaitu Citra sedang dirawat di rumah sakit. Kecelakaan menimpa ketika bocah yang saat itu berumur sembilan tahun, menyeberang jalan di depan sekolahnya. Ibu Nanik menunjukkan padaku kalung kecil berhiaskan huruf “C” yang akan diberikan untuk sang anak tercinta sebagai hadiah ulang tahunnya. Semestinya Citra meniup lilinnya dan tertawa riang bersama teman-temannya. Naluri seorang Ibu bekerja merasuki setiap hal terkecil apa yang dirasakan hati anaknya. Ini adalah wujud cinta sang bunda. Tiba-tiba aku mulai bisa merasakan gelombang cinta itu.
Lamunan panjangku buyar oleh bunyi dering SMS. Aku sedikit kaget, SMS dari ibu. “Besok hari Sabtu, kamu tidak pulang?” Seketika aku tersenyum sendiri membaca pesan ibu yang selalu sama itu. Ibu… ibu…. seandainya ibu ada didepanku sekarang, aku akan memeluk dan mencium pipi ibu.
Lorong rumah sakit ini suram. Tapi itu bukan alasanku untuk membenci rumah sakit. Nuansa serba putih yang hampir dipenuhi orang-orang dengan pancaran kesedihan inilah membuatku terasa hanyut dalam aliran air keruh. Tapi sebentar lagi aku akan menemukan satu titik jernih. Saat kubuka pintu kamar bernomor 6C aura kebahagiaan yang memancar. Bukan hanya satu titik jernih, tapi titik-titik itu membentuk garis. Lalu garis-garis itu membentuk bidang, dan bidang-bidang itu pun membentuk ruangan berisikan nuansa jernih. Mas Yudi, rekan kerjaku menyambut kedatanganku dengan jabatan tangan yang mantab. Wajah suramnya yang sering kujumpai saat ada masalah di kantor, lenyaplah sudah. Beberapa temanku yang lain sudah duluan tiba mengelilingi istri mas Yudi. Disampingnya, bayi mungil seberat 2,7 kg bergerak-gerak dengan mata masih tertutup.
Sang ibu masih terbaring lemas, tapi aura kebahagiaan mengalahkan rasa letihnya. Sembilan bulan jabang bayi berada di perut ibu, selama itu pula kita membebani setiap langkahnya dan menyerap sari-sari makanan ibu. Seberapa pun sakit dirasa, perjuangan ketika melahirkan adalah wujud cinta terdahsyat yang dilakukan ibu. Nyawa menjadi taruhannya. Setelah kita dilahirkan di dunia fana ini, apakah kita akan membalasnya dengan air tuba?
Beberapa bulan yang lalu kantorku pernah mengadakan kegiatan sosial bertema “Berbagi Kasih dengan Jompo”. Foto-foto dokumentasi acara tersebut memadati hardisk komputerku, berarti saatnya memindah ke DVD. Kukumpulkan folder-folder foto kegiatan seputar jompo. Ketika ku klik folder bernamakan Mbah Asni, wajah senjanya menghiasi monitor. Ah, bagaimana kabar Mbah Asni sekarang ya? Dulu, aku merekam aktivitasnya sehari-hari. Aku yang masih muda saja, jika harus berjualan keliling demi menjajakan kue seperti mbah Asni belum tentu sanggup. Usianya sudah berkepala tujuh, namun dia masih harus bekerja. Jam lima pagi, mbah Asni mendorong gerobak buatan suaminya menyusuri jalan-jalan yang mulai retak dimakan usia. Di sebuah rumah kecil, mbah Asni mengambil kue-kue titipan lalu menjajakannya keliling. Apa daya, sang suami tidak mampu bekerja lagi karena sakit. Keuntungan dari hasil jualan kue, digunakannya untuk hidup sehari-hari dan cicilan sewa rumahnya tiap bulan.
Berapa keuntungan hasil menjual kue? Aku sendiri hanya gigit jari dan menunduk malu ketika mbah Asni menyebutkan nominalnya. Lalu dimana anaknya? Air matanya tiba-tiba menetes. “Anakku wes ndak gelem karo wong tuwone. Wes pirang-pirang tahun ndak muleh.” (Anakku sudah tidak mau dengan orang tuanya. Sudah bertahun-tahun tidak pulang). Mendengar jawaban itu, hatiku berteriak. Berontak. Ya Tuhan, cerita Malin Kundang telah berjaya dengan berbagai versi. Akankah kita berbuat lebih kejam lagi sebagai balasan wujud cinta kepada ibu?
“Say it with Blog Writing Contest”, aku membaca tulisan itu di internet. Tentang siapa orang yang paling kamu cintai. Aku sudah tahu jawabannya, dan telah kutuliskan dalam coretan-coretan buku kecilku sehari-hari. Ibu, adalah jawaban cinta yang sebenarnya. Bukankah cinta itu harus tulus? Bukankah cinta itu memberi tanpa mengharap balasan? Bukankah cinta itu tidak cukup hanya sehari? Bukankah cinta itu perasaan senang jika kita berada di dekatnya? Bukankah cinta itu adalah naluri yang bekerja merasuki setiap hal terkecil apa yang kita rasakan? Bukankah cinta itu butuh pengorbanan? Bukankah cinta itu perjuangan? Dan semua cinta itu hanya kutemukan dalam diri ibu. Dering smsku pun berbunyi. Ya Tuhan, pesan dari ibu. Aku selalu tersenyum jika membaca pesan ibu. Dan satu lagi, bukankah cinta itu adalah orang yang membuatmu tersenyum dan mengirimu pesan ‘besok kamu pulang’?
Akankah kita membuat sang Bunda senantiasa tersenyum hingga diusia senjanya? Beliau adalah sosok pahlawan yang membuat kita bisa berdiri tegar seperti sekarang. Bisakah kita merawatnya kelak sebagai wujud balasan cinta? Jawaban apa yang akan kita beri? Mungkin “ya” saat ini. Tetapi siapa tahu nanti karena kesibukan kita dalam bekerja, kita anggap mereka terlalu merepotkan. Apalagi kita sudah berkeluarga dan mempunyai anak. Hanya ada satu keputusan, kita akan membawa sang bunda ke panti jompo. Beberapa bulan kemudian, kita dapat telepon dari panti jompo yang mengatakan, “Ibu Anda sudah meninggal.” Akankah kita berbuat lebih kejam lagi untuk sang bunda?
Mungkin ini salah wujud penghargaan yang diberikan kepada seorang ibu atas segala jasa dan pengorbanannya. Menurutku memang pantas. Aku pun mengambil ponsel yang tergeletak di meja kamar kostku. Aku mulai merangkai kata-kata indah untuk ibu. Sebelum kutekan tombol send, kubaca ulang tulisanku tadi. Terlalu berlebihan, ibuku tidak akan paham kata-kata puitis seperti ini. Kutekan tombol edit, jemariku mulai mengetik. SMS terikirm. Beberapa menit kemudian, balasan pesan ibu kuterima. “Kok pake ucapan hari ibu segala, hari ibu itu seharusnya setiap hari. Oh ya, minggu depan kamu pulang?” Aku tersenyum sendiri membaca pesan ibu. Aku jadi berpikir tentang pendapat ibu, memang benar kalau tidak cukup perhatian dan waktu kita untuk ibu tercinta hanya sehari saja.
‘Besok kamu pulang?’ Itulah pesan yang selalu kuterima dari ibu setiap hari Jumat. Dari dulu seperti itu, tidak ada kata-kata lain yang lebih kreatif. Padahal ibu tahu, semenjak bekerja aku pulang ke kota Tulungagung di minggu pertama setiap awal bulan setelah gajian. Dengan begitu, aku bisa membawakan sedikit oleh-oleh untuk keluarga dari hasilku bekerja. Entah itu buah-buahan atau sekotak kue brownies, yang pasti aku tidak akan pulang ke rumah dengan tangan kosong. Walaupun ibu sering bilang padaku kalau tidak perlu membawa oleh-oleh karena itu pemborosan. Melihatku pulang dengan keadaan sehat saja ibu sudah senang. Waktu mendengar kata-kata ibu, hatiku trenyuh. Dan aku baru sadar akan makna pesan ibu yang super sangat singkat itu.
Minggu sore, saatnya aku balik ke Surabaya. Kucium tangan ibu saat berpamitan. Tanpa bicara, ibu masih berdiri di ambang pintu rumah mengantar kepergianku. Begitu sampai di terminal Tulungagung, bus tarif biasa jurusan Surabaya lewat Kertosono telah mengangkutku. Sekitar empat sampai lima jam perjalanan. Waktu yang cukup untuk memejamkan mata sejenak. Tapi suara guyuran hujan membangunkanku. Bus berhenti di sebuah perempatan kota Kediri. Lampu pertanda merah. Dari balik kaca kulihat titik-titik air yang kian membesar berjatuhan dari atas langit, seorang ibu muda dengan perut berisi calon jabang bayi setengah berlari menerjang hujan. Tanpa payung. Dia pun segera masuk kedalam bus dalam keadaan setengah basah. Bola hitam matanya mencari tempat duduk kosong. Tanpa pikir panjang, aku mengangkat tanganku. Seperti kode rahasia, perempuan itu pun langsung menempati bangku kosong disampingku. Dia tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Sebenarnya ada banyak pertanyaan yang sudah membendung dipikiranku untuk mengetahui perjalanan hidupnya, tapi aku menunggu waktu yang tepat. Hingga kulontarkan pertanyaan paling umum dan mendasar, “Turun mana Mbak?”
Awal yang bagus. Dan kisahnya terekam dalam memori otakku. Namanya Mbak Iin. Ditengah kehamilannya yang menua – berusia 7 bulan, dia ke Surabaya untuk bekerja sebagai karyawan toko di sebuah mall. Dia harus tetap bekerja sampai masa cuti hamil tiba. Jika tidak demikian, gaji tidak bakal didapat. Bukankah biaya persalinan saat ini tidak murah? Apalagi suaminya telah tiada sejak usia kandungannya satu bulan. Tapi mbak Iin sungguh tegar, tiada keluh kesah dalam setiap perkataannya. Dia menghadapi kemelut cobaan hidup ini dengan rasa syukur. Perjuangan seorang ibu yang luar biasa. Diakhir obrolan kami, mbak Iin berkata, “Bayi dalam kandungan ini yang membuat saya bertahan untuk hidup. Kamu masih muda, jangan pernah mengewakan ibumu.”
Saat diminta atasan untuk membuat desain logo sebuah komunitas, aku membuka kembali buku mata kuliah typografi yang tersimpan dalam kardus bawah ranjang kost. Sekedar mengingat filosofi dan jenis-jenis huruf, tiba-tiba saja aku teringat dengan dosenku. Ya, sejak kejadian itu hubunganku dengan ibu Nanik semakin dekat hingga sekarang. Ketika jam kuliah sedang berlangsung, Ibu Nanik – sang dosen jilbaber menerangkan definisi typografi. Huruf-huruf yang setiap hari kita jumpai dan bisa merangkai berbagai kata ini memiliki ribuan nama berdasarkan jenisnya. Ada yang menarik, hanya dengan satu huruf pun bisa mewakili sebuah makna bahkan filosofi. Ketika ibu Nanik menuliskan huruf “C” di white board, beberapa saat beliau terhenti. Lalu menghapusnya dan mengganti dengan huruf lainnya. Ada yang aneh, sepertinya huruf “C” mengingatkan sesuatu hingga raut muka Ibu Nanik mengisyaratkan kesedihan.
Ternyata benar. Diakhir jam mata kuliah, Ibu Nanik bercerita kalau anak bungsunya yang berawalan huruf “C” yaitu Citra sedang dirawat di rumah sakit. Kecelakaan menimpa ketika bocah yang saat itu berumur sembilan tahun, menyeberang jalan di depan sekolahnya. Ibu Nanik menunjukkan padaku kalung kecil berhiaskan huruf “C” yang akan diberikan untuk sang anak tercinta sebagai hadiah ulang tahunnya. Semestinya Citra meniup lilinnya dan tertawa riang bersama teman-temannya. Naluri seorang Ibu bekerja merasuki setiap hal terkecil apa yang dirasakan hati anaknya. Ini adalah wujud cinta sang bunda. Tiba-tiba aku mulai bisa merasakan gelombang cinta itu.
Lamunan panjangku buyar oleh bunyi dering SMS. Aku sedikit kaget, SMS dari ibu. “Besok hari Sabtu, kamu tidak pulang?” Seketika aku tersenyum sendiri membaca pesan ibu yang selalu sama itu. Ibu… ibu…. seandainya ibu ada didepanku sekarang, aku akan memeluk dan mencium pipi ibu.
Lorong rumah sakit ini suram. Tapi itu bukan alasanku untuk membenci rumah sakit. Nuansa serba putih yang hampir dipenuhi orang-orang dengan pancaran kesedihan inilah membuatku terasa hanyut dalam aliran air keruh. Tapi sebentar lagi aku akan menemukan satu titik jernih. Saat kubuka pintu kamar bernomor 6C aura kebahagiaan yang memancar. Bukan hanya satu titik jernih, tapi titik-titik itu membentuk garis. Lalu garis-garis itu membentuk bidang, dan bidang-bidang itu pun membentuk ruangan berisikan nuansa jernih. Mas Yudi, rekan kerjaku menyambut kedatanganku dengan jabatan tangan yang mantab. Wajah suramnya yang sering kujumpai saat ada masalah di kantor, lenyaplah sudah. Beberapa temanku yang lain sudah duluan tiba mengelilingi istri mas Yudi. Disampingnya, bayi mungil seberat 2,7 kg bergerak-gerak dengan mata masih tertutup.
Sang ibu masih terbaring lemas, tapi aura kebahagiaan mengalahkan rasa letihnya. Sembilan bulan jabang bayi berada di perut ibu, selama itu pula kita membebani setiap langkahnya dan menyerap sari-sari makanan ibu. Seberapa pun sakit dirasa, perjuangan ketika melahirkan adalah wujud cinta terdahsyat yang dilakukan ibu. Nyawa menjadi taruhannya. Setelah kita dilahirkan di dunia fana ini, apakah kita akan membalasnya dengan air tuba?
Beberapa bulan yang lalu kantorku pernah mengadakan kegiatan sosial bertema “Berbagi Kasih dengan Jompo”. Foto-foto dokumentasi acara tersebut memadati hardisk komputerku, berarti saatnya memindah ke DVD. Kukumpulkan folder-folder foto kegiatan seputar jompo. Ketika ku klik folder bernamakan Mbah Asni, wajah senjanya menghiasi monitor. Ah, bagaimana kabar Mbah Asni sekarang ya? Dulu, aku merekam aktivitasnya sehari-hari. Aku yang masih muda saja, jika harus berjualan keliling demi menjajakan kue seperti mbah Asni belum tentu sanggup. Usianya sudah berkepala tujuh, namun dia masih harus bekerja. Jam lima pagi, mbah Asni mendorong gerobak buatan suaminya menyusuri jalan-jalan yang mulai retak dimakan usia. Di sebuah rumah kecil, mbah Asni mengambil kue-kue titipan lalu menjajakannya keliling. Apa daya, sang suami tidak mampu bekerja lagi karena sakit. Keuntungan dari hasil jualan kue, digunakannya untuk hidup sehari-hari dan cicilan sewa rumahnya tiap bulan.
Berapa keuntungan hasil menjual kue? Aku sendiri hanya gigit jari dan menunduk malu ketika mbah Asni menyebutkan nominalnya. Lalu dimana anaknya? Air matanya tiba-tiba menetes. “Anakku wes ndak gelem karo wong tuwone. Wes pirang-pirang tahun ndak muleh.” (Anakku sudah tidak mau dengan orang tuanya. Sudah bertahun-tahun tidak pulang). Mendengar jawaban itu, hatiku berteriak. Berontak. Ya Tuhan, cerita Malin Kundang telah berjaya dengan berbagai versi. Akankah kita berbuat lebih kejam lagi sebagai balasan wujud cinta kepada ibu?
“Say it with Blog Writing Contest”, aku membaca tulisan itu di internet. Tentang siapa orang yang paling kamu cintai. Aku sudah tahu jawabannya, dan telah kutuliskan dalam coretan-coretan buku kecilku sehari-hari. Ibu, adalah jawaban cinta yang sebenarnya. Bukankah cinta itu harus tulus? Bukankah cinta itu memberi tanpa mengharap balasan? Bukankah cinta itu tidak cukup hanya sehari? Bukankah cinta itu perasaan senang jika kita berada di dekatnya? Bukankah cinta itu adalah naluri yang bekerja merasuki setiap hal terkecil apa yang kita rasakan? Bukankah cinta itu butuh pengorbanan? Bukankah cinta itu perjuangan? Dan semua cinta itu hanya kutemukan dalam diri ibu. Dering smsku pun berbunyi. Ya Tuhan, pesan dari ibu. Aku selalu tersenyum jika membaca pesan ibu. Dan satu lagi, bukankah cinta itu adalah orang yang membuatmu tersenyum dan mengirimu pesan ‘besok kamu pulang’?
Nikmat yang diambil
Ini cerita tentang Anisa, seorang gadis kecil yang ceria berusia lima tahun. Pada suatu sore, Anisa menemani Ibunya berbelanja di suatu supermarket. Ketika sedang menunggu giliran membayar, Anisa melihat sebentuk kalung mutiara mungil berwarna putih berkilauan, tergantung dalam sebuah kotak berwarna pink yang sangat cantik. Kalung itu nampak begitu indah, sehingga Anisa sangat ingin memilikinya.
Seorang yang sangat spesial itu adalah
Tentunya masih segar dalam ingatan kita betapa besar jasa-jasa seorang ibu. Mengandung 9 bulan lamanya. Mempertaruhkan nyawa dan hidupnya agar kita dapat menikmati indahnya dunia yang fana ini.
Bunda
Bunda adalah kejora,
Karena setiap geriknya benderang sayang
Karena setiap geriknya benderang sayang
Bunda adalah bunga
Selalu berseri, berwarna dan mempesona
Bunda adalah surga
Helai nafasnya tidak hanya cinta tapi juga doa
Kepergian Ibu
Aku terpaku duduk terdiam
memandang sosok yang tergulai
kulihat sorot wajah yang lelah
guratan wajah yang penuh derita
aku tak bergeming....
memandang sosok yang tergulai
kulihat sorot wajah yang lelah
guratan wajah yang penuh derita
aku tak bergeming....
Friday, January 21, 2011
Mukjizat Cinta [sajak]
Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dahsyatnya cinta.
Rasa hati dan perasaan
Siapapun pandai menghayati cinta, tapi tak seorangpun pandai menilai cinta karena cinta bukanlah suatu objek yang bisa dilihat oleh kasat mata, sebaliknya cinta hanya dapat dirasakan melalui hati dan perasaan.
Cinta sebenarnya adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan didalam dirinya.
Cinta sebenarnya adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan didalam dirinya.
Cinta adalah keabadian
Lemparkan seorang yang bahagia dalam bercinta kedalam laut, pasti ia akan membawa seekor ikan.
Lemparkan pula seorang yang gagal dalam bercinta ke dalam gudang roti, pasti ia akan mati kelaparan.
Seandainya kamu dapat berbicara dalam semua bahasa manusia dan alam, tetapi tidak mempunyai perasaan cinta dan kasih, dirimu tak ubah seperti gong yang bergaung atau sekedar canang yang gemericing.
Cinta adalah keabadian ... dan kenangan adalah hal terindah yang pernah dimiliki.
Lemparkan pula seorang yang gagal dalam bercinta ke dalam gudang roti, pasti ia akan mati kelaparan.
Seandainya kamu dapat berbicara dalam semua bahasa manusia dan alam, tetapi tidak mempunyai perasaan cinta dan kasih, dirimu tak ubah seperti gong yang bergaung atau sekedar canang yang gemericing.
Cinta adalah keabadian ... dan kenangan adalah hal terindah yang pernah dimiliki.
Kemungkinan
Kemungkinan apa yang kamu sayangi atau cintai tersimpan keburukan didalamnya dan kemungkinan
apa yang kamu benci tersimpan kebaikan didalamnya.
Cinta kepada harta artinya bakhil, cinta kepada perempuan artinya alam, cinta kepada diri artinya bijaksana,
cinta kepada mati artinya hidup dan cinta kepada Tuhan artinya Takwa.
apa yang kamu benci tersimpan kebaikan didalamnya.
Cinta kepada harta artinya bakhil, cinta kepada perempuan artinya alam, cinta kepada diri artinya bijaksana,
cinta kepada mati artinya hidup dan cinta kepada Tuhan artinya Takwa.
Biarkan Pergi
Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu, hanya untuk menemukan bahwa pada akhirnya menjadi tidak berarti dan kamu harus membiarkannya pergi.
Love can change
Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat.
Kata akan Cinta
Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup.
Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi, jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan,
walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan Kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.
Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya. Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.
Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi, jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan,
walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan Kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.
Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya. Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.
Itulah Cinta
Tuhan memberikan kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita ? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah Cinta
Mencintai
Jika kita mencintai seseorang, kita akan senantiasa mendo'akannya walaupun dia tidak berada disisi kita.
Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi, jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
Quotes About Mother
A mother is a person who seeing there are only four pieces of pie for five people, promptly announces she never did care for pie. ~Tenneva Jordan
Being a full-time mother is one of the highest salaried jobs in my field, since the payment is pure love. ~Mildred B. Vermont
Thursday, January 20, 2011
Jiwa-jiwa mulia seorang manusia
Senandung rebam menjelma keheningan
Petikan miris direnungkan, dalam
Enggan menggait kawan
Cinta membedakan, kasih tak teribaratkan
Ibunda tak tertukarkan
Ambang keabadian, syarat akan kepatuhan
Luluh dalam rengkuhan
Petikan miris direnungkan, dalam
Enggan menggait kawan
Cinta membedakan, kasih tak teribaratkan
Ibunda tak tertukarkan
Ambang keabadian, syarat akan kepatuhan
Luluh dalam rengkuhan
Ingatlah dan kenanglah
"Mbak, bangun. udah subuh. Susunya udah ibu siapin di meja."
Tradisi ini sudah berlangsung selama belasan tahun lalu, sejak pertama kali aku bisa mengingat. Aku lebih suka minum susu untuk mengganjal perut daripada harus sarapan .Kini usiaku sudah belasan tahun dan aku sudah menjadi seorang mahasiswa, tapi kebiasaan Ibu tak pernah berubah.
"Bu' .. gak usah repot-repot Bu', aku udah gede'.." pintaku pada Ibu pada suatu pagi.
Wajah tua itu langsung berubah. Pun ketika Ibu mengajakku makan siang di sebuah rumah makan. Buru-buru kukeluarkan uang dan kubayar semuanya. Ingin kubalas jasa Ibu selama ini. Raut sedih itu tak bisa disembunyikan. Kenapa Ibu mudah sekali sedih ?
Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami Ibu karena dari sebuah artikel yang kubaca.
Orang yang lanjut usia bisa sangat sensitif dan cenderung untuk bersikap kanak-kanak … tapi entahlah..Niatku ingin membahagiakan malah membuat Ibu sedih. Seperti biasa, Ibu tidak akan pernah mengatakan apa-apa.
Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya, selepas maghrib saat Ibu di kamarnya "Bumaafin aku kalau udah nyakitin perasaan Ibu. Apa yang bikin Ibu sedih?" Kutatap sudut-sudut mata Ibu, ada genangan air mata di sana.
Terbata-bata Ibu berkata, "Tiba-tiba Ibu merasa kamu dan mas mu tidak lagi membutuhkan Ibu. Kalian sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Ibu tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kalian, Ibu tidak bisa lagi jajanin kalian. Semua sudah bisa kalian lakukan sendiri.."
"Ah, Ya Tuhan, ternyata buat seorang Ibu .. bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya. Niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak berusaha untuk saling membuka diri melihat arti kebahagiaan dari sudut pandang masing-masing.
Apa yang telah kupersembahkan untuk Ibu dalam usiaku sekarang? Adakah Ibu bahagia dan bangga pada putra putrinya? Ketika itu kutanya pada Ibu, Ibu menjawab, "Banyak sekali mbak kebahagiaan yang telah kalian berikan pada Ibu. Kalian tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan. Kalian berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat Ibu. Kalian berprestasi di pekerjaan adalah kebanggaan buat Ibu. Setelah dewasa, kalian berperilaku sebagaimana seharusnya seorang HambaNya, itu kebahagiaan buat Ibu. Setiap kali binar mata kalian mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua."
Apa yang telah kupersembahkan untuk Ibu dalam usiaku sekarang? Adakah Ibu bahagia dan bangga pada putra putrinya? Ketika itu kutanya pada Ibu, Ibu menjawab, "Banyak sekali mbak kebahagiaan yang telah kalian berikan pada Ibu. Kalian tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan. Kalian berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat Ibu. Kalian berprestasi di pekerjaan adalah kebanggaan buat Ibu. Setelah dewasa, kalian berperilaku sebagaimana seharusnya seorang HambaNya, itu kebahagiaan buat Ibu. Setiap kali binar mata kalian mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua."
Lagi-lagi aku hanya bisa berucap, "Ampunkan aku ya Tuhan kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada Ibu. Masih banyak alasan ketika Ibu menginginkan sesuatu."
Betapa sabarnya Ibuku melalui liku-liku kehidupan. Sebagai seorang Kepala Rumah Tangga sekaligus Ibu Rumah Tangga yg memiliki usaha sampingan (ini dijalani Ibu ku setelah Bapak yang udah Tiada), seharusnya banyak alasan yang bisa dilontarkan Ibuku untuk "berhenti" dari pekerjaan rumah atau menyerahkan tugas itu kepadaku atau mas ku dan mbak ku . Tapi tidak! Ibuku seorang yang idealis. Menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang takkan bisa dilimpahkan kepada siapapun.
Pukul 3 dinihari Ibu bangun dan membangunkanku untuk tahajud. Menunggu subuh Ibu ke dapur menyiapkan sarapan untuk bekal mas ku kerja dan menyiapkan segelas susu untukku .. sementara aku sering tertidur lagi. Ah, maafkan aku Ibu ..
Subuh ini terasa beda.. segera kubuka mata lalu kubuka kalender dihapeku. Rabu, 22 Desember 2010. It’s special day. Ini adalah hari Ibu sedunia. Saat Ibu memanggilku
"Mbak. bangun mbak, udah subuh .."
Kali ini aku lompat segera.. kubuka pintu kamar dan kurangkul Ibu sehangat mungkin, kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya lekat-lekat dan kuucapkan, "Terima kasih Ibu, aku beruntung sekali memiliki Ibu yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan Ibu." Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan . "Ngomong apa toh mbak?" Aku hanya bisa terkekeh melihat tingkahku ..
Cintaku ini milikmu,Ibu. ..
Aku masih sangat membutuhkanmu. .. Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu.
Sahabat.. tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan kalimat Aku sayang padamu Ibu.
Ayo kita mulai dari orang terdekat yang sangat mencintai kita. Ibu dan ayah walau mereka tak pernah meminta dan mungkin telah tiada. Percayalah.. . kata-kata itu akan membuat mereka sangat berarti dan bahagia.
"Tuhan, cintai Ibuku, beri aku kesempatan untuk bisa membahagiakan Ibu., dan jika saatnya nanti Ibu Kau panggil, panggillah dalam keadaan beriman. Ampunilah segala dosa-dosanya dan sayangilah ia sebagaimana ia menyayangi aku selagi aku kecil. Titip Ibuku ya Tuhan..
Untuk ibu yang selalu meneteskan air mata ketika engkau pergi .....
Ingatkah engkau.. ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu, tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu ... ??
Ingatkah engkau, ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu ... ??
Dan,
ingatkah engkau ketika air mata menetes dari mata ibu-mu ketika ia
melihatmu terbaring sakit ... ??
Sesekali jenguklah Ibu-mu yang selalu menantikan kepulanganmu di rumah tempat engkau dilahirkan.. .
Kembalilah memohon maaf pada Ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu.. .
Simpanlah sejenak kesibukan-kesibukan duniawi yang selalu membuatmu lupa untuk pulang...
Segeralah jenguk Ibu-mu yang berdiri menantimu di depan pintu bahkan sampai malam pun kian larut...
Jangan biarkan engkau kehilangan saat-saat yang akan kau rindukan di masa datang,
Apabila ibu-mu telah tiada nanti…
Apabila ibu-mu telah tiada nanti…
Tak ada lagi yang berdiri di depan pintu menyambut kita ...
Tak ada lagi senyuman indah ... tanda bahagia ....
Yang ada hanyalah kamar yang kosong tiada penghuninya. ..
Yang ada hanyalah baju yang digantung di lemari kamarnya...
Tak ada lagi yang menyiapkan sarapan pagi untukmu, tak ada lagi
yang rela merawatmu sampai larut malam ketika engkau sakit...
Tak ada lagi dan tak akan ada lagi yang meneteskan air mata mendo'akanmu di setiap hembusan nafasnya...
Kembalilah segera….. peluklah ibu yang selalu menyayangimu ...
Ciumlah kaki Ibu yang selalu merindukanmu dan berikanlah yang terbaik diakhir hayatnya...
Kawan... berdo'alah untuk kesehatannya dan rasakanlah pelukan cinta dan kasih sayangnya...
Jangan biarkan engkau menyesal di masa datang kembalilah pada ibu yang selalu menyayangimu ..
Kenanglah semua cinta dan kasih sayangnya ...
Ibu... maafkan aku.. atas segala kesalahan2 yg telah ku perbuat.. namun engkau tetap saja menyayangi-ku walau sebesar apa pun kesalahan yg telah ku perbuat...
" Sampai kapanpun jasa-mu serta Kasih dan Sayang-mu tak akan terbalas ...."
Wednesday, January 19, 2011
Ibu - Kahlil Gibran
Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan
oleh bibir - bibir manusia.
Dan Ibuku merupakan sebutan terindah.
oleh bibir - bibir manusia.
Dan Ibuku merupakan sebutan terindah.
Pejuang pejuang kehidupan
Semenjak dalam rahim dan sampai sekarang ini pasti aku telah mengenal sosok seorang Ibu yang teramat aku cintai,sayangi dan aku kagumi yaitu IBUKU yang telah melahirkanku, merawatku dan membimbingku hingga saat ini. Tak pernah bosan aku membayangkan, mengagumi dan seharusnya mencontoh kesabaran ibuku dalam menjalani kehidupannya hingga sekarang ini.
Aku kenal ibuku yang telah melahirkan 8 anak, hidup bersama ayahku yang kukenal bertemperamen agak galak dan penuh dengan kedisiplinan (maklum ayahku seorang guru yang pasti harus disiplin pada keluarganya seperti juga pada anak didiknya). Setelah berhenti bekerja alias telah datang masa pensiun ayahku jatuh sakit, penyakit yang banyak menyerang terutama kaum lanjut usia yaitu stroke. Bertahun-tahun sampai pada akhirnya ayahku meninggal, ibuku dengan penuh kesetiaan dan kesabaran, merawat dan melayani ayahku. Karena kami tinggal di kampung berjalan kaki jarak jauh tidak begitu terasa lelah karena suasananya yang damai, dan ibuku yang telah berusia 74 tahun selalu berjalan kaki bersama temannya untuk mengunjungi makam suami mereka masing-masig. Aku kagum dan bangga pada ibuku, Ya Tuhan….berikan selalu kesehatan, kesabaran, kebahagiaan dan panjang umur pada ibuku.
Setelah aku menikah, ada lagi sosok Ibu yang aku kagumi yaitu Ibu Mertua-ku, yang sampai sekarang beliau masih menjalankan aktivitasnya setiap hari. Di pagi itu kira-kira hampir subuh, aku mendengar orang sedang mandi, aku tanya pada suamiku, dia bilang Ibu yang sedang mandi. Aku pun melanjutkan penelusuran itu. Setelah adzan subuh ibu langsung sholat subuh dan tidak berapa lama langsung memakai baju hangat/jaket dan bergegas keluar rumah meski pekat masih menghiasi alam, dengan berjalan kaki menuju jalan raya dan pergi kepasar naik metromini meski hanya seorang diri, berdagang adalah pekerjaan setiap hari dan beliau seakan tiada peduli dengan apa yang akan terjadi.
Pekerjaan berdagang beliau jalani semenjak ke tujuh anaknya masih kecil dan bersekolah, hal itu harus dilakukan karena sesuatu hal perpisahan dengan suaminya harus terjadi. Apabila anak-anaknya sibuk dan tidak ada seorangpun yang datang untuk membantu menutup kios, maka sebelum sholat maghrib beliau harus menutup kiosnya seorang diri dengan mengangkat papan-papan kayu untuk menutupinya.
Maafkan kesalahan mantumu ini apabila telah salah dan lancang menuliskan tentang kekagumanku pada IBU/mertua-ku, yang pergi bekerja setiap pagi subuh dan pulang pukul 8 malam untuk menghidupi ke tujuh anaknya tanpa seorang pendamping/suami. Ya TUHAN…..berikan beliau Kesehatan, kesabaran, kekuatan, panjang umur dan kebahagiaan….
Aku kenal ibuku yang telah melahirkan 8 anak, hidup bersama ayahku yang kukenal bertemperamen agak galak dan penuh dengan kedisiplinan (maklum ayahku seorang guru yang pasti harus disiplin pada keluarganya seperti juga pada anak didiknya). Setelah berhenti bekerja alias telah datang masa pensiun ayahku jatuh sakit, penyakit yang banyak menyerang terutama kaum lanjut usia yaitu stroke. Bertahun-tahun sampai pada akhirnya ayahku meninggal, ibuku dengan penuh kesetiaan dan kesabaran, merawat dan melayani ayahku. Karena kami tinggal di kampung berjalan kaki jarak jauh tidak begitu terasa lelah karena suasananya yang damai, dan ibuku yang telah berusia 74 tahun selalu berjalan kaki bersama temannya untuk mengunjungi makam suami mereka masing-masig. Aku kagum dan bangga pada ibuku, Ya Tuhan….berikan selalu kesehatan, kesabaran, kebahagiaan dan panjang umur pada ibuku.
Setelah aku menikah, ada lagi sosok Ibu yang aku kagumi yaitu Ibu Mertua-ku, yang sampai sekarang beliau masih menjalankan aktivitasnya setiap hari. Di pagi itu kira-kira hampir subuh, aku mendengar orang sedang mandi, aku tanya pada suamiku, dia bilang Ibu yang sedang mandi. Aku pun melanjutkan penelusuran itu. Setelah adzan subuh ibu langsung sholat subuh dan tidak berapa lama langsung memakai baju hangat/jaket dan bergegas keluar rumah meski pekat masih menghiasi alam, dengan berjalan kaki menuju jalan raya dan pergi kepasar naik metromini meski hanya seorang diri, berdagang adalah pekerjaan setiap hari dan beliau seakan tiada peduli dengan apa yang akan terjadi.
Pekerjaan berdagang beliau jalani semenjak ke tujuh anaknya masih kecil dan bersekolah, hal itu harus dilakukan karena sesuatu hal perpisahan dengan suaminya harus terjadi. Apabila anak-anaknya sibuk dan tidak ada seorangpun yang datang untuk membantu menutup kios, maka sebelum sholat maghrib beliau harus menutup kiosnya seorang diri dengan mengangkat papan-papan kayu untuk menutupinya.
Maafkan kesalahan mantumu ini apabila telah salah dan lancang menuliskan tentang kekagumanku pada IBU/mertua-ku, yang pergi bekerja setiap pagi subuh dan pulang pukul 8 malam untuk menghidupi ke tujuh anaknya tanpa seorang pendamping/suami. Ya TUHAN…..berikan beliau Kesehatan, kesabaran, kekuatan, panjang umur dan kebahagiaan….
Untukmu Ibu
Ada cinta di setiap belaiannya
Ada sayang di setiap dekapannya
Ada sabar di setiap hari - harinya
Ada perjuangan di setiap detiknya
Ada sayang di setiap dekapannya
Ada sabar di setiap hari - harinya
Ada perjuangan di setiap detiknya
Selingkar Kisah
Semoga cerita dibawah ini dapat menjadi renungan buat kita semua.
Ketika ibu saya berkunjung, ibu mengajak untuk shopping bersamanya kerana dia menginginkan sepasang baju yang baru.
Saya sebenarnya tidak suka pergi membeli sesuatu bersama dengan orang lain dan saya bukanlah orang yang sabar tetapi walaupun demikian kami pergi juga ke pusat membeli baju tersebut.
Kami mengunjungi setiap butik yang menyediakan pakaian wanita dan ibu saya mencoba sehelai demi sehelai pakaian dan mengembalikan semuanya.
Seiring waktu yang berlalu, saya mulai lelah dan kelihatan jelas kecewa di wajah ibu. Akhirnya pada butik terakhir yang kami kunjungi, ibu saya mencoba satu baju yang sangat cantik.
Dan kerana ketidak sabaran saya, maka untuk kali ini saya ikut masuk dan berdiri bersama ibu saya dalam fitting room, saya melihat bagaimana ibu mencoba pakaian tersebut, dan dengan susah mencoba untuk mengenakannya.
Ternyata tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi dan sebab itu ibu agak kewalahan melakukannya, seketika ketidaksabaran saya digantikan oleh suatu rasa kasihan yang mendalam kepadanya.
Saya berbalik pergi dan coba menyembunyikan air mata yang keluar tanpa saya sadari. Setelah saya mendapatkan ketenangan lagi, saya kembali masuk ke fitting room untuk membantu ibu mengenakan pakaiannya.
Pakaian ini begitu indah, dan ibu membelinya. Shopping kami telah berakhir, tetapi kejadian tersebut terukir dan tidak dapat dilupakan dari ingatan.
Sepanjang sisa hari itu, pikiran saya tetap saja kembali pada saat berada di dalam fitting room tersebut dan terbayang tangan ibu saya yang sedang berusaha mengenakan pakaiannya.
Ketika ibu saya berkunjung, ibu mengajak untuk shopping bersamanya kerana dia menginginkan sepasang baju yang baru.
Saya sebenarnya tidak suka pergi membeli sesuatu bersama dengan orang lain dan saya bukanlah orang yang sabar tetapi walaupun demikian kami pergi juga ke pusat membeli baju tersebut.
Kami mengunjungi setiap butik yang menyediakan pakaian wanita dan ibu saya mencoba sehelai demi sehelai pakaian dan mengembalikan semuanya.
Seiring waktu yang berlalu, saya mulai lelah dan kelihatan jelas kecewa di wajah ibu. Akhirnya pada butik terakhir yang kami kunjungi, ibu saya mencoba satu baju yang sangat cantik.
Dan kerana ketidak sabaran saya, maka untuk kali ini saya ikut masuk dan berdiri bersama ibu saya dalam fitting room, saya melihat bagaimana ibu mencoba pakaian tersebut, dan dengan susah mencoba untuk mengenakannya.
Ternyata tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi dan sebab itu ibu agak kewalahan melakukannya, seketika ketidaksabaran saya digantikan oleh suatu rasa kasihan yang mendalam kepadanya.
Saya berbalik pergi dan coba menyembunyikan air mata yang keluar tanpa saya sadari. Setelah saya mendapatkan ketenangan lagi, saya kembali masuk ke fitting room untuk membantu ibu mengenakan pakaiannya.
Pakaian ini begitu indah, dan ibu membelinya. Shopping kami telah berakhir, tetapi kejadian tersebut terukir dan tidak dapat dilupakan dari ingatan.
Sepanjang sisa hari itu, pikiran saya tetap saja kembali pada saat berada di dalam fitting room tersebut dan terbayang tangan ibu saya yang sedang berusaha mengenakan pakaiannya.
Kedua tangan yang penuh dengan kasih, yang pernah menyuapi, memandikan saya, memakaikan baju, membelai dan memeluk saya, dan terlebih dari semuanya, slalu menadah berdoa untuk saya.
Sekarang tangan itu telah menyentuh hati saya dengan cara yang paling berbekas dalam hati saya.
Kemudian pada malam harinya, saya pergi ke kamar ibu dan mengambil tangannya, lantas menciumnya dan yang membuatnya terkejut, saya memberitahunya bahwa bagi saya kedua tangan tersebut adalah tangan yang paling indah di dunia ini.
Sekarang tangan itu telah menyentuh hati saya dengan cara yang paling berbekas dalam hati saya.
Kemudian pada malam harinya, saya pergi ke kamar ibu dan mengambil tangannya, lantas menciumnya dan yang membuatnya terkejut, saya memberitahunya bahwa bagi saya kedua tangan tersebut adalah tangan yang paling indah di dunia ini.
Saya sangat bersyukur bahwa Tuhan telah membuat saya dapat melihat dengan sejelasnya, betapa bernilai dan berrharganya kasih sayang yang penuh pengorbanan dari seorang ibu.
Saya hanya dapat berdoa bahwa suatu hari kelak tangan saya dan hati saya akan memiliki keindahannya tersendiri.
Saya hanya dapat berdoa bahwa suatu hari kelak tangan saya dan hati saya akan memiliki keindahannya tersendiri.
Dunia ini memiliki banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang begitu agung, tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan Ibu.
Belaian Ibunda
Kalau ibunda membelai rambutmu,
Kalau ibunda mengusap keningmu, memicit kakimu,
Nikmatilah dengan syukur dan batin yang bersujud,
Kerana sesungguhnya Tuhan sendiri yang hadir dan maujud.
Kalau ibunda mengusap keningmu, memicit kakimu,
Nikmatilah dengan syukur dan batin yang bersujud,
Kerana sesungguhnya Tuhan sendiri yang hadir dan maujud.
Rindu Ibu
"Hallo..." Deg! suara itu membuat jantungku berdebar kenjang, darahku seakan berhenti mengalir. Entah sejak kapan kelopak mataku sudah tak bisa menampung buliran air mata yang menumpahi sisi pipiku.
"Hallo. Ini kamu nak? Ibu kangen. Kapan pulang?" bibirku bergetar hebat. Aku tidak menyangka jika itu adalah telepon dari beliau. "iya, ini aku. Aku akan pulang setelah libur" suaraku bergetar menahan kerinduan dan rasa bersalah yang menghentak-hentak dinding hatiku.... "pulang yah. Ibu kangen".
Aku seoalah tercerembab di lumpur, kemudian tenggelam dan tak bernapas lagi, ketika mendengar kata "KANGEN" yang begitu tulus dari bibirnya. Ah ibu...lebih dari setengah tahun aku tidak menghubungi mu lagi...tidak menanyakan kabar mu lagi...bahkan aku ganti nomor Hp, aku tidak memberi taumu....
Bu...maaf kan aku. Aku tidak menghubungi bukan karena aku tidak mengingat mu. Tapi rasa bersalah ini melebihi rasa rindu yang menyusup ke tulang sum-sum tubuhku... Aku belum bisa mempersembahkan kesuksesan didepan mu seperti anak-anak mu yang lain. Setiap memandang matamu yang sayu itu, hatiku hancur...karena aku tidak bisa memenuhi impian mu... dalam diam ku...aku selalu merontak keinginan mu...
Aku ngecewakan mu lagi bu... terlalu banyak derita yang kau tanggung hanya karena memiliki anak seperti ku!
Aku ingin bersujud di kakimu... maaf kan aku...
Dulu kita pernah duduk bersama... kau mendongak ke atas angkasa... ada satu titik kecil benda lewat di atas kepala kita
"Nanti jika engaku dewasa... ibu akan mengikutimu kemana pun kamu pergi"
"iya..." jawab ku... impian mu lah yang membuat aku hidup. Aku ingin bersama mu...
Engkau adalah wanita terbaik dalam hidup ku... kau pernah menangis karena aku, dengan gurat-gurat tua di wajah mu...
Aku tidak takut
Tangannya menengadah. Tremor kuat sehingga orang-orang menyangkanya ia menderita ayan. Dalam terik dan hujan, ia tetap menengadah. Menanti orang lain yang berbelas kasih untuk memberinya uang, walaupun hanya seratus rupiah saja.
Ia sering diusir satpam. Mengganggu pemandangan para nasabah, katanya.
Ah.. apa hubungannya para nasabah dengan perempuan itu? Toh perempuan itu tidak masuk ke dalam bank! Kadang ia didorong, kadang ia ditendang. Enak rasanya bagi orang yang digaji satu juta setiap bulan untuk tidak memikirkan apakah hari ini ia akan makan atau tidak.
Langit mulai gelap disertai rintik-rintik air yang diturunkan dari langit. Aku datangi perempuan itu kemudian mengangkatnya dan membantunya berjalan menuju tempat yang aman dari hujan.
"Berapa penghasilan hari ini, Nak?"
"Sedikit, Bu."
"Ibu juga hanya sedikit. Malam ini kita tidak bisa makan nasi. Maafin ibu ya?" Dengan tangannya yang bergetar, Ibu membelai lembut pipiku.
"Jangan meminta maaf, Bu.." Aku tersenyum.
"Aku punya sesuatu buat ibu dari hasil tabunganku selama satu tahun." Aku membuka kantung plastikku. Ku ambil sehelai kain putih bersih tanpa noda yang ku beli dari obralan murah di pasar baru.
"Kerudung ibu sudah rusak. Aku belikan yang baru.."
Ibu tertegun melihat kain ditanganku, seolah-olah ia melihat benda yang paling mewah seumur hidupnya.
"Alhamdulillah..." Bisiknya sambil meneteskan air mata.
Aku tidak takut miskin, aku tidak takut diusir, aku tidak takut tidak makan, aku tidak takut dibunuh oleh preman pasar, aku tidak takut dirazia oleh polisi, aku tidak takut apapun. Satu-satunya yang paling aku takutkan adalah melihat ibu menangis.
Kucium tangannya. "Terima Kasih Ibu"
Ia sering diusir satpam. Mengganggu pemandangan para nasabah, katanya.
Ah.. apa hubungannya para nasabah dengan perempuan itu? Toh perempuan itu tidak masuk ke dalam bank! Kadang ia didorong, kadang ia ditendang. Enak rasanya bagi orang yang digaji satu juta setiap bulan untuk tidak memikirkan apakah hari ini ia akan makan atau tidak.
Langit mulai gelap disertai rintik-rintik air yang diturunkan dari langit. Aku datangi perempuan itu kemudian mengangkatnya dan membantunya berjalan menuju tempat yang aman dari hujan.
"Berapa penghasilan hari ini, Nak?"
"Sedikit, Bu."
"Ibu juga hanya sedikit. Malam ini kita tidak bisa makan nasi. Maafin ibu ya?" Dengan tangannya yang bergetar, Ibu membelai lembut pipiku.
"Jangan meminta maaf, Bu.." Aku tersenyum.
"Aku punya sesuatu buat ibu dari hasil tabunganku selama satu tahun." Aku membuka kantung plastikku. Ku ambil sehelai kain putih bersih tanpa noda yang ku beli dari obralan murah di pasar baru.
"Kerudung ibu sudah rusak. Aku belikan yang baru.."
Ibu tertegun melihat kain ditanganku, seolah-olah ia melihat benda yang paling mewah seumur hidupnya.
"Alhamdulillah..." Bisiknya sambil meneteskan air mata.
Aku tidak takut miskin, aku tidak takut diusir, aku tidak takut tidak makan, aku tidak takut dibunuh oleh preman pasar, aku tidak takut dirazia oleh polisi, aku tidak takut apapun. Satu-satunya yang paling aku takutkan adalah melihat ibu menangis.
Kucium tangannya. "Terima Kasih Ibu"
Nasehat Ibu untuk Anak Perempuannya
Nasehat ini, ia sampaikan ketika melepas putrinya itu menuju rumah suaminya saat dia dinikahkan.
Dia berkata, “Wahai anakku, kalaulah nasehat boleh ditinggalkan karena kemuliaan budi dan ketinggian nasab keturunan, maka aku tidak akan menyampaikannya padamu. Namun ia perlu disampaikan untuk mengingatkan orang baik dan menyadarkan yang lalai.
Wahai anakku, jika seorang perempuan bisa melepaskan diri dari laki-laki dengan harta orang tuanya maka aku adalah orang yang paling bisa untuk itu. Tapi, itu tidak mungkin, anakku. Karena perempuan diciptakan untuk laki-laki. Dan sebaliknya, laki-laki diciptakan untuk perempuan.
Wahai anakku, saat ini engkau akan melangkah dari rumah ini, dimana kamu hidup dan dibesarkan. Kamu akan berangkat ke lembah yang belum kamu ketahui sama sekali dan akan ditemani seorang yang tidak pernah kau kenal selama ini. Makanya, dengarlah pesan-pesanku. Jadilah engkau bagaikan budak baginya, maka dia akan berlaku seperti itu pula untukmu.
Anakku, dengarkanlah, aku akan menyampaikan sepuluh wasiat untukmu. Jagalah wasiat ini. Ia akan menjadi penerang dan bekal bagimu dalam hidup.
Pertama, setia dan patuhlah padanya. Kepatuhanmu padanya akan melahirkan keridhaan Tuhan.
Kedua, pakailah dengan apa yang diberinya. Sikap itu akan melahirkan ketenangan dalam jiwamu.
Ketiga, peliharalah pandangannya padamu. Jangan sampai dia melihat padamu sesuatu yang tidak disenanginya.
Keempat, pelihara penciumannya terhadapmu. Jangan sampai dia mencium darimu sesuatu yang tidak mengenakkan hidungnya.
Kelima, Jagalah waktu makannya. Sesungguhnya rasa lapar itu bagaikan bara yang bisa membakar kapan saja.
Keenam, jagalah waktu tidurnya. Sesungguhnya gangguan pada waktu tidur bisa menyulut amarah.
Ketujuh, jagalah harta dan rumahnya. Sesungguhnya yang demikian membuatnya menghargaimu.
Kedelapan, pelihara dan hormatilah anak dan keluarganya. Sesungguhnya hal itu melatihmu mengatur segala Sesuatu dengan baik.
Kesembilan, janganlah kamu buka rahasianya. Jika kamu melakukan itu, maka tidak bisa dijamin dia akan menjaga janjinya padamu.
Kesepuluh, janganlah kau melanggar perintahnya. Sesungguhnya yang demikian itu menyulut rasa cemburu dalam hatinya.
Dan perhatikanlah dua perkara. Janganlah kamu menampakkan kebahagiaan padanya jika dia sedang dirundung sedih. Jangan pula engkau menampakkan kesedihan di kala dia berbahagia.
Ketahuilah wahai anakku, sebesar apa penghormatanmu padanya sebesar itu dia akan menyanjungmu. Sejauh mana kamu bisa menyesuaikan pandanganmu dengannya seperti itu pula dia akan setia padamu.
Anak gadisku, sesungguhnya kamu tidak akan mampu melakukan itu semua kecuali jika kamu mampu mendahulukan kerihdaannya atas keinginan pribadimu, dan jika kamu mampu mengedepankan hasratnya atas hasratmu. Semoga Tuhan melimpahkan kebaikan padamu.
Selamat jalan Anakku.
Dia berkata, “Wahai anakku, kalaulah nasehat boleh ditinggalkan karena kemuliaan budi dan ketinggian nasab keturunan, maka aku tidak akan menyampaikannya padamu. Namun ia perlu disampaikan untuk mengingatkan orang baik dan menyadarkan yang lalai.
Wahai anakku, jika seorang perempuan bisa melepaskan diri dari laki-laki dengan harta orang tuanya maka aku adalah orang yang paling bisa untuk itu. Tapi, itu tidak mungkin, anakku. Karena perempuan diciptakan untuk laki-laki. Dan sebaliknya, laki-laki diciptakan untuk perempuan.
Wahai anakku, saat ini engkau akan melangkah dari rumah ini, dimana kamu hidup dan dibesarkan. Kamu akan berangkat ke lembah yang belum kamu ketahui sama sekali dan akan ditemani seorang yang tidak pernah kau kenal selama ini. Makanya, dengarlah pesan-pesanku. Jadilah engkau bagaikan budak baginya, maka dia akan berlaku seperti itu pula untukmu.
Anakku, dengarkanlah, aku akan menyampaikan sepuluh wasiat untukmu. Jagalah wasiat ini. Ia akan menjadi penerang dan bekal bagimu dalam hidup.
Pertama, setia dan patuhlah padanya. Kepatuhanmu padanya akan melahirkan keridhaan Tuhan.
Kedua, pakailah dengan apa yang diberinya. Sikap itu akan melahirkan ketenangan dalam jiwamu.
Ketiga, peliharalah pandangannya padamu. Jangan sampai dia melihat padamu sesuatu yang tidak disenanginya.
Keempat, pelihara penciumannya terhadapmu. Jangan sampai dia mencium darimu sesuatu yang tidak mengenakkan hidungnya.
Kelima, Jagalah waktu makannya. Sesungguhnya rasa lapar itu bagaikan bara yang bisa membakar kapan saja.
Keenam, jagalah waktu tidurnya. Sesungguhnya gangguan pada waktu tidur bisa menyulut amarah.
Ketujuh, jagalah harta dan rumahnya. Sesungguhnya yang demikian membuatnya menghargaimu.
Kedelapan, pelihara dan hormatilah anak dan keluarganya. Sesungguhnya hal itu melatihmu mengatur segala Sesuatu dengan baik.
Kesembilan, janganlah kamu buka rahasianya. Jika kamu melakukan itu, maka tidak bisa dijamin dia akan menjaga janjinya padamu.
Kesepuluh, janganlah kau melanggar perintahnya. Sesungguhnya yang demikian itu menyulut rasa cemburu dalam hatinya.
Dan perhatikanlah dua perkara. Janganlah kamu menampakkan kebahagiaan padanya jika dia sedang dirundung sedih. Jangan pula engkau menampakkan kesedihan di kala dia berbahagia.
Ketahuilah wahai anakku, sebesar apa penghormatanmu padanya sebesar itu dia akan menyanjungmu. Sejauh mana kamu bisa menyesuaikan pandanganmu dengannya seperti itu pula dia akan setia padamu.
Anak gadisku, sesungguhnya kamu tidak akan mampu melakukan itu semua kecuali jika kamu mampu mendahulukan kerihdaannya atas keinginan pribadimu, dan jika kamu mampu mengedepankan hasratnya atas hasratmu. Semoga Tuhan melimpahkan kebaikan padamu.
Selamat jalan Anakku.
Ketika Bunda Diciptakan
Ketika itu, Tuhan telah bekerja enam hari lamanya. Kini giliran diciptakan para ibu.
Seorang malaikat menghampiri Tuhan dan berkata lembut,
"Tuhan, banyak nian waktu yg Tuhan habiskan untuk menciptakan ibu ini?"
dan Tuhan menjawab pelan,
"Tidakkah kau lihat perincian yang harus dikerjakan? Ibu ini harus waterproof (tahan air/cuci) tapi bukan dari plastik. Harus terdiri dari 180 bagian yang lentur, lemas dan tidak cepat capai. Ia harus bisa hidup dari sedikit teh kental dan makanan seadanya untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Memiliki kuping yang lebar untuk menampung keluhan anak-anaknya. Memiliki ciuman yang dapat menyembuhkan dan menyejukkan hati anaknya. Lidah yang manis untuk merekatkan hati yang patah dan Enam pasang tangan! "
Malaikat itu menggeleng-gelengkan kepalanya "Enam pasang tangan?"
"Tentu saja! Bukan tangan yang merepotkan Saya, melainkan tangan yang melayani sana sini, mengatur segalanya menjadi lebih baik" balas Tuhan.
"Juga tiga pasang mata yang harus dimiliki seorang ibu."
"Bagaimana modelnya?" Malaikat semakin heran.
Tuhan mengangguk- angguk.
"Sepasang mata yang dapat menembus pintu yang tertutup rapat dan bertanya: 'Apa yang sedang kau lakukan di dalam situ?', padahal sepasang mata itu sudah mengetahui jawabannya."
"Sepasang mata kedua sebaiknya diletakkan di belakang kepalanya, sehingga ia bisa melihat ke belakang tanpa menoleh. Artinya, ia dapat melihat apa yang sebenarnya tak boleh ia lihat dan sepasang mata ketiga untuk menatap lembut seorang anak yang mengakui kekeliruannya. Mata itu harus bisa bicara! Mata itu harus berkata: 'Saya mengerti dan saya sayang padamu' Meskipun tidak diucapkan sepatah kata pun."
"Tuhan", kata malaikat itu lagi, "Istirahatlah"
"Saya tidak bisa, Saya sudah hampir selesai."
"Ia harus bisa menyembuhkan diri sendiri kalau ia sakit. Ia harus bisa memberi makan 6 orang dengan satu setengah ons daging. Ia juga harus menyuruh anak umur 9 tahun mandi pada saat anak itu tidak ingin mandi."
Akhirnya Malaikat membalik-balikkan contoh Ibu dengan perlahan.
"Terlalu lunak", katanya memberi komentar.
"Tapi kuat", kata Tuhan bersemangat.
"Tak akan kau bayangkan betapa banyaknya yang bisa ia tanggung, pikul dan derita."
"Apakah ia dapat berpikir?" tanya malaikat lagi.
"Ia bukan saja dapat berpikir, tapi ia juga dapat memberi gagasan, ide dan berkompromi", kata Sang Pencipta.
Akhirnya Malaikat menyentuh sesuatu dipipi.
"Eh, ada kebocoran disini"
"Itu bukan kebocoran", kata Tuhan.
"Itu adalah air mata. Air mata kesenangan, air mata kesedihan, air mata kekecewaan, air mata kesakitan, air mata kesepian, air mata kebanggaan, airmata, airmata...."
Sudahkah Anda mengucap syukur karena Anda mempunyai ibu yang luar biasa ?
Seorang malaikat menghampiri Tuhan dan berkata lembut,
"Tuhan, banyak nian waktu yg Tuhan habiskan untuk menciptakan ibu ini?"
dan Tuhan menjawab pelan,
"Tidakkah kau lihat perincian yang harus dikerjakan? Ibu ini harus waterproof (tahan air/cuci) tapi bukan dari plastik. Harus terdiri dari 180 bagian yang lentur, lemas dan tidak cepat capai. Ia harus bisa hidup dari sedikit teh kental dan makanan seadanya untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Memiliki kuping yang lebar untuk menampung keluhan anak-anaknya. Memiliki ciuman yang dapat menyembuhkan dan menyejukkan hati anaknya. Lidah yang manis untuk merekatkan hati yang patah dan Enam pasang tangan! "
Malaikat itu menggeleng-gelengkan kepalanya "Enam pasang tangan?"
"Tentu saja! Bukan tangan yang merepotkan Saya, melainkan tangan yang melayani sana sini, mengatur segalanya menjadi lebih baik" balas Tuhan.
"Juga tiga pasang mata yang harus dimiliki seorang ibu."
"Bagaimana modelnya?" Malaikat semakin heran.
Tuhan mengangguk- angguk.
"Sepasang mata yang dapat menembus pintu yang tertutup rapat dan bertanya: 'Apa yang sedang kau lakukan di dalam situ?', padahal sepasang mata itu sudah mengetahui jawabannya."
"Sepasang mata kedua sebaiknya diletakkan di belakang kepalanya, sehingga ia bisa melihat ke belakang tanpa menoleh. Artinya, ia dapat melihat apa yang sebenarnya tak boleh ia lihat dan sepasang mata ketiga untuk menatap lembut seorang anak yang mengakui kekeliruannya. Mata itu harus bisa bicara! Mata itu harus berkata: 'Saya mengerti dan saya sayang padamu' Meskipun tidak diucapkan sepatah kata pun."
"Tuhan", kata malaikat itu lagi, "Istirahatlah"
"Saya tidak bisa, Saya sudah hampir selesai."
"Ia harus bisa menyembuhkan diri sendiri kalau ia sakit. Ia harus bisa memberi makan 6 orang dengan satu setengah ons daging. Ia juga harus menyuruh anak umur 9 tahun mandi pada saat anak itu tidak ingin mandi."
Akhirnya Malaikat membalik-balikkan contoh Ibu dengan perlahan.
"Terlalu lunak", katanya memberi komentar.
"Tapi kuat", kata Tuhan bersemangat.
"Tak akan kau bayangkan betapa banyaknya yang bisa ia tanggung, pikul dan derita."
"Apakah ia dapat berpikir?" tanya malaikat lagi.
"Ia bukan saja dapat berpikir, tapi ia juga dapat memberi gagasan, ide dan berkompromi", kata Sang Pencipta.
Akhirnya Malaikat menyentuh sesuatu dipipi.
"Eh, ada kebocoran disini"
"Itu bukan kebocoran", kata Tuhan.
"Itu adalah air mata. Air mata kesenangan, air mata kesedihan, air mata kekecewaan, air mata kesakitan, air mata kesepian, air mata kebanggaan, airmata, airmata...."
Sudahkah Anda mengucap syukur karena Anda mempunyai ibu yang luar biasa ?
Kisah Ibu Buta
Saat aku beranjak dewasa, aku mulai mengenal sedikit kehidupan yang menyenangkan, merasakan kebahagiaan memiliki wajah yang tampan, kebahagiaan memiliki banyak pengagum di sekolah, kebahagiaan karena kepintaranku yang dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi satu yang harus aku tutupi, aku malu mempunyai seorang ibu yang BUTA! Matanya tidak ada satu. Aku sangat malu, benar-benar malu.
Aku sangat menginginkan kesempurnaan terletak padaku. Aku ingin menjadi yang terwah, tak ada satupun yang cacat dalam hidupku juga dalam keluargaku. Saat itu ayah yang menjadi tulang punggung kami sudah dipanggil terlebih dahulu oleh yang Maha Kuasa. Tinggallah aku anak semata wayang yang seharusnya menjadi tulang punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak kuhiraukan. Aku hanya mementingkan kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang ibu bekerja membuat makanan untuk para karyawan di sebuah rumah jahit sederhana.
Aku sangat menginginkan kesempurnaan terletak padaku. Aku ingin menjadi yang terwah, tak ada satupun yang cacat dalam hidupku juga dalam keluargaku. Saat itu ayah yang menjadi tulang punggung kami sudah dipanggil terlebih dahulu oleh yang Maha Kuasa. Tinggallah aku anak semata wayang yang seharusnya menjadi tulang punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak kuhiraukan. Aku hanya mementingkan kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang ibu bekerja membuat makanan untuk para karyawan di sebuah rumah jahit sederhana.
Pada suatu saat ibu datang ke sekolah untuk menjenguk keadaanku. Karena sudah beberapa hari aku tak pulang ke rumah dan tidak menginap di rumahku. Karena rumah kumuh itu membuatku muak, membuatku kesempurnaan yang kumiliki manjadi cacat. Akan kuperoleh apapun untuk menggapai sebuah kesempurnaan itu.
Tepat di saat istirahat, salah satu guru yang berpapasan denganku di kantin sekolah memanggilku. “Afkar !” Kau kedatangan tamu!” ucap guru yang berpapasan denganku itu. “Siapa Bu?” Lihat saja ke ruang tamu sekolah!” Perintah guru itu segera kulaksanakan. Aku berjalan melewati lorong-lorong kelas yang sedang ramai. Anak-anak sepantarku sedang asyik-asyiknya menikmati hidup yang semu ini. Beberapa menit kemudian sampailah aku di depan pintu ruang tamu sekolah. Kulihat sosok wanita tua sedang duduk. Bajunya pun bersahaja rapih dan sopan. Itulah ibu ku yang mempunyai mata satu. Dan yang selalu membuat aku malu.
“Afkar!” Ibu memanggilku.
“Mau ngapai ibu ke sini? Ibu datang hanya untuk mempermalukan aku!” Beberapa anak-anak yang sedang berjalan di depan ruang tamu sekolah melihat ke dalam ruangan yang menjadi neraka bagiku. Bentakkan dariku membuat dirinya ingin segera bergegas pulang. Dan itulah memang yang kuharapkan. Ibu pun bergegas keluar dari sekolahku.
Karena kehadiranya itu aku benar-benar malu, sangat malu. Sampai beberapa temanku berkata dan menanyakan. “AFKAR. IBU MU MATANYA SATU YAH?”Terasa suntikan yang mematikan mendapat pertanyaan seperti itu, aku hanya melewatinya dengan wajah sinis.
Beberapa bulan kemudian aku lulus sekolah dan diterima di sebuah Institut Negeri di Singapura. Aku mendapatkan beasiswa yang ku incar, kukejar dan aku ternyata berhasil mendapatkannya. Dengan bangga kubusungkan dada pada orang-orang yang sempat menghinaku. Aku berangkat pergi merantau ke Singapura tanpa memberi tahu Ibu karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk diriku sendiri. Persetan dengan Ibuku. Seorang yang selalu mnghalangi kemajuanku. Karena aku MALU.
Di Singapura, aku menjadi mahasiswa terpopuler karena kepintaranku. Aku telah sukses dan pada suatu saat aku menikah dengan seorang gadis Indonesia yang menetap di Singapura. Singkat cerita aku menjadi seorang yang sukses, sangat sukses. Tempat tinggalku sangat mewah, aku mempunyai satu anak laki-laki berusia tiga tahun dan aku sangat menyayanginya. Bahkan aku menjaminkan nyawa untuk putraku itu.
10 tahun aku menetap di Singapura, belajar dan membina rumah tangga dengan harmonis dan nyaris sama sekali aku tak pernah memikirkan nasib ibuku. Ibu yang telah melahirkanku ke dunia ini, membuatku berpijak di dunia. Sedikit pun aku tak rindu padanya, aku tak mencemaskannya. Aku BAHAGIA dengan kehidupan ku sekarang.
Hingga pada suatu hari, putra sulungku sedang asyik bermain di depan pintu. Tiba-tiba datang seorang wanita tua renta dan sedikit kumuh menghampirinya. Dan kulihat dia adalah Ibu, Ibuku datang ke Singapura. Entah untuk apa dan dari mana dia mendapatkan ongkos. Seketika saja Ibu ku usir. Dengan enteng aku mengatakan:
“HEY, PERGILAH KAU. KAU MEMBUAT ANAKKU TAKUT!” Dan tanpa membalas perkataan kasarku, Ibu lalu tersenyum, “MAAF KALAU BEGITU SAYA SALAH ALAMAT”
Tanpa merasa terhunus, aku masuk ke dalam rumah. Sempat istri menanyakan siapa yang datang dan kumarahi, dan aku menjawab “PENGEMIS”.
Beberapa bulan kemudian datanglah sepucuk surat undangan reuni dari sekolah SMA ku. Aku pun datang untuk menghadirinya dengan beralasan pada istriku bahwa aku akan dinas ke luar negeri. Singkat cerita, tibalah aku di kota kelahiranku. Tak lama hanya ingin menghadiri pesta reuni dan sedikit menyombongkan diri yang sudah sukses ini. Berhasil aku membuat seluruh teman-temanku kagum pada diriku yang sekarang ini. Satu hal yang kutakutkan, mereka menanyakan ibu ku yang memalukan itu, karena matanya yang BUTA. Tapi untung saja tak ada sepatah kalimat “IBU” yang menghantar padaku.
Reuni selesai. Sebelum pulang ke Singapura, aku ingin melihat keadaan rumahku. Tak tau perasaan apa yang membuatku melangkah untuk melihat rumah kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya di depan rumah itu, tak ada perasaan sedih atau bersalah padaku, bahkan aku sendiri jijik melihatnya. Dengan rasa tidak berdosa, aku memasuki rumah itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ku lihat rumah ini begitu berantakan bak kapal pecah yang baru saja terjun dan berhamburan ke tanah. Aku tak menemukan sosok wanita tua di dalam rumah itu, entahlah dia ke mana tapi aku merasa beruntung tak menemuinya. Bergegas aku keluar dan tiba-tiba salah satu tetangga dekat rumahku mengenaliku.
“Afkar? akhirnya kau datang juga. Ibu mu telah meninggal dunia dua minggu yang lalu”
“OH…”
Hanya perkataan itu yang bisa keluar dari mulutku. Tak tau mengapa tak ada tetesan air mata. Jangakan tetesan air mata, sedikit rasa sedih saja tak aku rasakan saat mendengar ibuku meninggal.
“Ini, sebelum meninggal, Ibumu memberikan surat ini untukmu”
Ibu-ibu yang menghampiriku segera bergegas pergi. Ku buka lembar surat yang sudah kucal itu.
Untuk anakku Afkar yang sangat Aku cintai,
Demi Tuhan yang menggenggam nyawaku, yang menguasai ruhku, yang mencintaiku seperti aku mencintaimu walau kau sangat membenciku. Anakku Afkar, Ibu tahu kau akan datang ke acara Reuni yang diadakan oleh sekolahmu. Sejujurnya ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga setiap doaku pada Tuhan pemilik arsy! Aku meminta ampunan untukmu nak.
Asal kau tau saja Afkar anakku tersayang, mata yang membuat mu malu ini adalah salah satu dari matamu. Waktu kau kecil, kau dan Ayah mu mengalami kecelakaan yang hebat, tetapi Ayah tidak terluka apa-apa sedangkan mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayangku ini hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat maka aku berikan satu mataku ini untukmu.
Ya ….. salah satu matamu adalah mataku.
Kau melihat dengan mataku nak, dan aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan cita-citakan.
Do’akanlah aku diterima di sisiNya. Saat aku menulis surat ini, aku yakin maut sudah mengetuk pintu kehidupanku.
Ibumu tercinta
Demi Tuhan yang menggenggam nyawaku, yang menguasai ruhku, yang mencintaiku seperti aku mencintaimu walau kau sangat membenciku. Anakku Afkar, Ibu tahu kau akan datang ke acara Reuni yang diadakan oleh sekolahmu. Sejujurnya ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga setiap doaku pada Tuhan pemilik arsy! Aku meminta ampunan untukmu nak.
Asal kau tau saja Afkar anakku tersayang, mata yang membuat mu malu ini adalah salah satu dari matamu. Waktu kau kecil, kau dan Ayah mu mengalami kecelakaan yang hebat, tetapi Ayah tidak terluka apa-apa sedangkan mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayangku ini hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat maka aku berikan satu mataku ini untukmu.
Ya ….. salah satu matamu adalah mataku.
Kau melihat dengan mataku nak, dan aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan cita-citakan.
Do’akanlah aku diterima di sisiNya. Saat aku menulis surat ini, aku yakin maut sudah mengetuk pintu kehidupanku.
Ibumu tercinta
Bak petir di siang bolong yang menghantam seluruh saraf-sarafku, Aku terdiam!
Aku pulang seperti mayat hidup, tak satu patah katapun keluar dari mulutku. Menyambut senyuman putra tersayangku pun aku tak mampu. Aku benar-benar seperti manusia yang tak bernyawa. Beberapa bulan kemudian, anakku meninggal dunia karena kecelakaan terlindas sebuah bus besar, tubuh kecilnya hancur lebur. Jadilah aku mayat yang benar-benar hidup setelah istriku pun ikut meninggalkan aku.
Ibuku merupakan sebutan terindah
Dear Ibu
Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir - bibir manusia.
Dan “Ibuku” merupakan sebutan terindah ~ Kahlil Gibran
Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.
Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir - bibir manusia.
Dan “Ibuku” merupakan sebutan terindah ~ Kahlil Gibran
Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.
Kebohongan Seorang Ibu
Teman teman sekalian, sekedar buat renungan saja, mudah-mudahan bermanfaat.
"Seumur hidup kita menggendong orang tua di pundak kita, tidak akan bisa membalas jasa-jasa orang tua kita"
8 Kebohongan Seorang Ibu Dalam Hidupnya
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan
membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya.
Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.
Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak
laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja,
seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya
untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata :
"Makanlah nak, aku tidak lapar" - KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari
ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk
petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping ku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata :
"Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan" - KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA
Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku,
ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaanny menempel kotak korek api. Aku berkata :"Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.
" Ibu tersenyum dan berkata :"Cepatlah tidur nak, aku tidak capek"
- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi
ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang
tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum.
Ibu berkata :"Minumlah nak, aku tidak haus!" - KEBOHONGAN IBU
YANG KEEMPAT
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap
sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka,
Ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta" - KEBOHONGA N IBU YANG
KELIMA
Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut.
Ibu berkata : "Saya punya duit" - KEBOHONGA N IBU YANG KEENAM
Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian
memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku :
"Aku tidak terbiasa" - KEBOHONGA N IBU YANG KETUJUH
Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata :
"Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan" - KEBOHONGA N IBU YANG KEDELAPAN.
Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : "Terima kasih Ibu ! "
Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita?
Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai
beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita
selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pacar (maaf yah nyindir yg pacaran), kita pasti lebih peduli dengan pacar. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita...??
Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi...
Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari.
(dari millis sekolah)
Sahabat sayangi Ibumu
Pautan dua cinta yang terikat kuat antara ibu dan anak sepertinya takan pernah putus.
Tetapi kekokohannya bukan tidak mungkin usang dan kendur. Dan selalu anak yang
mengendurkan tali kasih itu.
Tetapi kekokohannya bukan tidak mungkin usang dan kendur. Dan selalu anak yang
mengendurkan tali kasih itu.
Ibu, rasanya terlalu mulia untuk dituduh mengusangkan
kekokohan pautan cinta suci yang berakar di hatinya.
Ibu tidak pernah mengumbar janji untuk menyayangi anaknya. Derai air mata dan
cucuran peluhnya jauh lebih nyaring mengatakan “sayang” ketimbang janji manis atau
bahkan omelannya ketika si anak berulah. Baginya cinta dan sayang selalu ada untuk
anak-anaknya, hingga ia tak perlu lagi janji, karena janji hanya untuk sesuatu yang belum tersedia.
Tetapi terkadang janji adalah suara sehari-hari yang sampai ke telinga seorang ibu
dari mulut anak-anaknya. Dan sering kali janji itu jauh lebih memekakan telinga daripada
menjernihkan mata karena melihat bukti dari janji-janji itu.
Ada sebuah fragmen yang cukup menarik, dikisahkan pada suatu ketika seorang
anak yang merasa sudah cukup sukses berucap janji kepada orang tua yang
tinggal satu-satunya; ibu yang sangat disayanginya. “Ibu, kalau sudah punya
cukup uang saya ingin sekali mengongkosi ibu naik haji.” Ibunya tersenyum.
Dari ujung matanya kristal-kristal bening meleleh. Didekapnya buah hati yang
memiliki niat baik itu. Tanpa suara. Hanya dadanya yang bergemuruh memikul
haru yang begitu besar. Bayangan masa-masa kecil anaknya yang menyimpan
banyak kenangan manis lalu pun hadir. Disusul bayangan kerinduan yang sangat
untuk berziarah ke baitullah. Dalam hatinya ia berucap, “Semoga niat sucimu
terkabul, sayang.” Dan sebuah kecupan mendarat di dahi puterinya yang cantik itu.
Waktu pun berlari menyisakan hitungan hari, hingga pada suatu saat keberuntungan
berpihak pada puteri cantik pemilik niat baik itu. Bersama suami dan anak-anaknya
ia kembali ke tanah air dari tugas dinas suaminya. Tentu di kantong keluarga kecil itu
telah terkumpul cukup uang. Hal ini dipahami oleh sang ibu. Seketika hatinya
berbunga menyambut kepulangan anak, mantu, dan cucunya.
Namun meski demikian, pantang bagi si ibu untuk mengungkit janji yang pernah
diucapkan puterinya tentang naik haji itu. Ia tak ingin selaksa amalnya terkotori
oleh sedikit pun pamrih. Namun, puterinya yang cantik itu seperti lupa dengan
janji yang diucapkannya. Seminggu, sebulan, dua bulan, dalam hati, seorang
bunda menunggu-nunggu anaknya yang mungkin akan memberikan buku ONH (Ongkos Naik Haji)
atas namanya dan suaminya. Waktu pun berlalu tanpa suara, seperti tak berani janji
kapan peristiwa itu akan terjadi. Hingga tibalah suatu hari, hati seorang bunda pecah
dalam diam ketika anaknya itu membeli sebidang tanah seharga tiga kali ongkos haji
untuk dibuat kolam ikan dan tempat peristirahatan keluarga kecilnya bila pulang ke desa.
Tak tahu sebesar apa gemuruh yang bergelombang di dada ibu, hanya dia yang tau,
karena ia tetap tersenyum di depan semua anaknya. Tak terkecuali di depan puterinya
yang cantik itu. Ia tak pernah menagih janji anaknya, bahkan sekedar mengungkit pun tidak.
Tapi, entah isyarat apa ketika ikan-ikan di kolam anaknya tak pernah menghasilkan keuntungan.
Rumah peristirahatannya pun menjadi hanya sebatas rumah kosong yang tidak banyak
memberi manfaat. Lalu, entah isyarat apa ketika anak-anak yang lain yang ikut menggunakan
uang anak perempuan ibu itu untuk berbagai usaha, tak satu pun dari mereka yang sukses.
Alih-alih, sebuah kesalah-pahaman keluarga terjadi meretakan keharmonisan keluarga
ibu yang diingkari janji itu.
Entah isyarat apa. Apakah itu akibat sakit hati ibu karena anaknya sendiri telah mengingkari
janji untuknya? Hanya “mungkin” jawabannya. Karena senyum ibu tidak pernah berubah
untuk semua anaknya; do’a ibu tidak pernah berganti untuk semua buah hatinya, selalu
untuk kebaikan; dan pangkuan serta pelukannya selalu terbuka untuk seluruh belahan jiwanya.
Tapi apakah seorang ibu tidak bisa sakit hati? itu juga pertanyaan yang tidak mudah dijawab.
Karena ibu juga manusia biasa, tapi sangat luar biasa jasanya. Terlalu mahal semua jasanya
untuk ditukar dengan janji-janji kosong. Mungkin kekebalan hati seorang ibu telah mampu
menyembunyikan sepedih apapun sakit hatinya.
Mungkin lautan kasih sayang ibu terlalu dalam untuk sekedar menenggelamkan sebesar apapun
kesalahan anak-anaknya hingga tak muncul kepermukaan. Tetapi sebagai anaknya,
kita harus memahami sifat manusiawi ibu kita, bahwa beliau juga punya hati yang sakit
jika tergores.
Jadi, berhati-hatilah memelihara janji yang pernah diucapkan di hadapan bunda.
Sahabat, sayangi ibumu, ibumu, ibumu!
kekokohan pautan cinta suci yang berakar di hatinya.
Ibu tidak pernah mengumbar janji untuk menyayangi anaknya. Derai air mata dan
cucuran peluhnya jauh lebih nyaring mengatakan “sayang” ketimbang janji manis atau
bahkan omelannya ketika si anak berulah. Baginya cinta dan sayang selalu ada untuk
anak-anaknya, hingga ia tak perlu lagi janji, karena janji hanya untuk sesuatu yang belum tersedia.
Tetapi terkadang janji adalah suara sehari-hari yang sampai ke telinga seorang ibu
dari mulut anak-anaknya. Dan sering kali janji itu jauh lebih memekakan telinga daripada
menjernihkan mata karena melihat bukti dari janji-janji itu.
Ada sebuah fragmen yang cukup menarik, dikisahkan pada suatu ketika seorang
anak yang merasa sudah cukup sukses berucap janji kepada orang tua yang
tinggal satu-satunya; ibu yang sangat disayanginya. “Ibu, kalau sudah punya
cukup uang saya ingin sekali mengongkosi ibu naik haji.” Ibunya tersenyum.
Dari ujung matanya kristal-kristal bening meleleh. Didekapnya buah hati yang
memiliki niat baik itu. Tanpa suara. Hanya dadanya yang bergemuruh memikul
haru yang begitu besar. Bayangan masa-masa kecil anaknya yang menyimpan
banyak kenangan manis lalu pun hadir. Disusul bayangan kerinduan yang sangat
untuk berziarah ke baitullah. Dalam hatinya ia berucap, “Semoga niat sucimu
terkabul, sayang.” Dan sebuah kecupan mendarat di dahi puterinya yang cantik itu.
Waktu pun berlari menyisakan hitungan hari, hingga pada suatu saat keberuntungan
berpihak pada puteri cantik pemilik niat baik itu. Bersama suami dan anak-anaknya
ia kembali ke tanah air dari tugas dinas suaminya. Tentu di kantong keluarga kecil itu
telah terkumpul cukup uang. Hal ini dipahami oleh sang ibu. Seketika hatinya
berbunga menyambut kepulangan anak, mantu, dan cucunya.
Namun meski demikian, pantang bagi si ibu untuk mengungkit janji yang pernah
diucapkan puterinya tentang naik haji itu. Ia tak ingin selaksa amalnya terkotori
oleh sedikit pun pamrih. Namun, puterinya yang cantik itu seperti lupa dengan
janji yang diucapkannya. Seminggu, sebulan, dua bulan, dalam hati, seorang
bunda menunggu-nunggu anaknya yang mungkin akan memberikan buku ONH (Ongkos Naik Haji)
atas namanya dan suaminya. Waktu pun berlalu tanpa suara, seperti tak berani janji
kapan peristiwa itu akan terjadi. Hingga tibalah suatu hari, hati seorang bunda pecah
dalam diam ketika anaknya itu membeli sebidang tanah seharga tiga kali ongkos haji
untuk dibuat kolam ikan dan tempat peristirahatan keluarga kecilnya bila pulang ke desa.
Tak tahu sebesar apa gemuruh yang bergelombang di dada ibu, hanya dia yang tau,
karena ia tetap tersenyum di depan semua anaknya. Tak terkecuali di depan puterinya
yang cantik itu. Ia tak pernah menagih janji anaknya, bahkan sekedar mengungkit pun tidak.
Tapi, entah isyarat apa ketika ikan-ikan di kolam anaknya tak pernah menghasilkan keuntungan.
Rumah peristirahatannya pun menjadi hanya sebatas rumah kosong yang tidak banyak
memberi manfaat. Lalu, entah isyarat apa ketika anak-anak yang lain yang ikut menggunakan
uang anak perempuan ibu itu untuk berbagai usaha, tak satu pun dari mereka yang sukses.
Alih-alih, sebuah kesalah-pahaman keluarga terjadi meretakan keharmonisan keluarga
ibu yang diingkari janji itu.
Entah isyarat apa. Apakah itu akibat sakit hati ibu karena anaknya sendiri telah mengingkari
janji untuknya? Hanya “mungkin” jawabannya. Karena senyum ibu tidak pernah berubah
untuk semua anaknya; do’a ibu tidak pernah berganti untuk semua buah hatinya, selalu
untuk kebaikan; dan pangkuan serta pelukannya selalu terbuka untuk seluruh belahan jiwanya.
Tapi apakah seorang ibu tidak bisa sakit hati? itu juga pertanyaan yang tidak mudah dijawab.
Karena ibu juga manusia biasa, tapi sangat luar biasa jasanya. Terlalu mahal semua jasanya
untuk ditukar dengan janji-janji kosong. Mungkin kekebalan hati seorang ibu telah mampu
menyembunyikan sepedih apapun sakit hatinya.
Mungkin lautan kasih sayang ibu terlalu dalam untuk sekedar menenggelamkan sebesar apapun
kesalahan anak-anaknya hingga tak muncul kepermukaan. Tetapi sebagai anaknya,
kita harus memahami sifat manusiawi ibu kita, bahwa beliau juga punya hati yang sakit
jika tergores.
Jadi, berhati-hatilah memelihara janji yang pernah diucapkan di hadapan bunda.
Sahabat, sayangi ibumu, ibumu, ibumu!
Subscribe to:
Posts (Atom)