3 huruf inilah yang selalu menemani hari-hariku. Semenjak kematian ayahku, ia yang selalu berjuang untuk menghidupiku selalu bekerja agar aku bisa sekolah, bisa punya baju baru, sepatu baru, makan makanan yang enak seperti layaknya teman-temanku.
Tapi, kini tubuhnya sudah mulai renta. Ia tidaklah sekuat dulu. Dan dia tidaklah setangguh dulu. Kadang dalam kesendiriannya, aku bisa melihat butir-butir air mata mengalir dipipinya.
Ingin rasanya kuhapus air mata itu, tapi aku tak bisa karena butiran air mata yang jatuh ialah kedurhakaanku.
Maafkan aku bu, aku tak pernah ingin jadi anak durhaka seperti saat ini. Yang aku inginkan hanyalah bisa membuat ibu tersenyum tetapi kenapa, ketika aku berusaha membalas semua budimu yang ada hanya kesakitan yang timbul dihatimu. Aku lelah, menjadi anak durhaka seperti ini.
Tuhan, kapankah waktu yang Engkau berikan agar aku tidak menjadi anak yang durhaka lagi kepada ibuku? Jangan biarkan aku menyesal kemudian.