Tuesday, May 17, 2011

Sebab karena cinta


Mumpung libur, saya dan beberapa sahabat TerimakasihIBU pergi ke rumah orang jompo atau lebih terkenal dengan sebutan panti werdha. Kebiasaan ini kami lakukan untuk lebih banyak mengenal bahwa akan lebih membahagiakan kalau kita bisa berbagi pada orang-orang yang kesepian dalam hidupnya.

Ketika saya dan sahabat sedang berbicara dengan beberapa Ibu-Ibu tua, tiba-tiba mata ini tertuju pada seorang kakek tua yang duduk menyendiri sambil menatap kedepan dengan tatapan kosong. Entah apa yang dipikirkannya, apakah memikirkan nasibnya, keluarga, entahlah..

Dengan rasa penasaran saya coba dekati kakek itu dan coba mengajaknya berbicara. Dengan keadaan yang sedikit bingung, entah apa yang mau saya tanyakan, agar bisa ngobrol dengan kakek ini, ah yang penting saya harus ngobrol. Perlahan-lahan tapi pasti sang kakek akhirnya mau mengobrol sampai akhirnya si kakek menceritakan sedikit kisah hidupnya.

Sambil menghela napas panjang. Ahirnya pun kakek bercerita “Sejak masa muda saya menghabiskan waktu saya untuk terus mencari usaha yang baik untuk keluarga saya, khususnya untuk anak-anak yang sangat saya cintai. Sampai akhirnya saya mencapai puncaknya dimana kami bisa tinggal dirumah yang sangat besar dengan segala fasilitas yang sangat bagus.”

“Demikian pula dengan anak-anak saya, mereka semua berhasil sekolah sampai keluar negeri dengan biaya yang tidak pernah saya batasi. Akhirnya mereka semua berhasil dalam sekolah juga dalam usahanya dan juga dalam berkeluarga.”

“Tibalah dimana kami sebagai orangtua merasa sudah saatnya pensiun dan menuai hasil panen kami. Tiba-tiba istri tercinta saya yang selalu setia menemani saya dari sejak saya memulai kehidupan ini meninggal dunia karena sakit yang sangat mendadak.

Lalu sejak kematian istri saya tinggallah saya hanya dengan para pembantu kami karena anak-anak kami semua tidak ada yang mau menemani saya karena mereka sudah mempunyai rumah tangganya masing-masing. Hidup saya dulu rasanya hilang, tiada lagi orang yang mau menemani saya setiap saat saya memerlukannya.”

“Tidak sebulan sekali anak-anak mau menjenguk saya ataupun memberi kabar melalui telepon. Lalu tiba-tiba anak sulung saya datang dan mengatakan kalau dia akan menjual rumah karena selain tidak efisien juga toh saya dapat ikut tinggal dengannya. Dengan hati yang berbunga saya menyetujuinya karena saya juga tidak memerlukan rumah besar lagi tapi tanpa ada orang-orang yang saya kasihi di dalamnya. Setelah itu saya ikut dengan anak saya yang sulung.”

“Tapi apa yang saya dapatkan ? setiap hari mereka sibuk sendiri-sendiri dan kalaupun mereka ada di rumah tak pernah sekalipun mereka mau menyapa saya. Semua keperluan saya pembantu yang memberi. Untunglah saya selalu hidup teratur dari muda maka meskipun sudah tua saya tidak pernah sakit-sakitan.”

“Lalu saya tinggal dirumah anak saya yang lain. Saya berharap kalau saya akan mendapatkan sukacita didalamnya, tapi rupanya tidak. Yang lebih menyakitkan semua alat-alat untuk saya pakai mereka ganti, mereka menyediakan semua peralatan dari kayu dengan alasan untuk keselamatan saya tapi sebetulnya mereka sayang dan takut kalau saya memecahkan alat-alat mereka yang mahal-mahal itu.

Setiap hari saya makan dan minum dari alat-alat kayu atau plastik yang sama dengan yang mereka sediakan untuk para pembantu dan anjing mereka. Setiap hari saya makan dan minum sambil mengucurkan airmata dan bertanya dimanakah hati nurani mereka?”

“Akhirnya saya tinggal dengan anak saya yang terkecil, anak yang dulu sangat saya kasihi melebihi yang lain karena dia dulu adalah seorang anak yang sangat memberikan kesukacitaan pada kami semua. Tapi apa yang saya dapatkan?”

“Setelah beberapa lama saya tinggal disana akhirnya anak saya dan istrinya mendatangi saya lalu mengatakan bahwa mereka akan mengirim saya untuk tinggal di panti jompo dengan alasan supaya saya punya teman untuk berkumpul dan juga mereka berjanji akan selalu mengunjungi saya.”

“Dan sekarang sudah dua tahun saya disini tapi tidak sekalipun dari mereka yang datang untuk mengunjungi saya apalagi membawakan makanan kesukaan saya. Hilanglah semua harapan saya tentang anak-anak yang saya besarkan dengan segala kasih sayang dan kucuran keringat.

Saya kadang bertanya-tanya mengapa kehidupan hari tua saya demikian menyedihkan padahal saya bukanlah orangtua yang menyusahkan, semua harta saya mereka ambil. Saya berikan dengan ikhlas, saya hanya minta sedikit perhatian dari mereka tapi mereka sibuk dengan diri sendiri.”

“Kadang saya menyesali diri mengapa saya bisa mendapatkan anak-anak yang demikian buruk. Masih untung disini saya punya teman-teman dan juga kunjungan dari sahabat – sahabat yang mengasihi saya tapi tetap saya merindukan anak-anak saya.”

Mendengar cerita dari sang kakek ini, tanpa rasa ragu, tanpa rasa apa-apa, mengeluarkan semua apa yang dirasakannya.

*****


Sampai hatikah kita membiarkan para orangtua kesepian hanya karena semua kesibukan hidup kita?

Sampai hatikah kita menelantarkan para orangtua kita yang menyesali hidupnya hanya karena segudang aktivitas hidup kita?

Sampai hatikah kita memarahinya, membentaknya para orangtua kita hanya karena mereka sudah tua dan tak layak mendapatkan apa-apa yang layak mereka dapatkan ketika mereka tua ?

Bukankah kelak kita semua yang membaca ini akan sama dengan mereka, akan tua juga akan kesepian?

Ingatlah kawan, tanpa Ayah dan Ibu, tanpa mereka, kita tidak akan ada di dunia ini dan menjadi seperti ini. Tanpa mereka, kita tidak akan bisa merasakan indahnya bumi ini saat ini.

Jika kamu masih mempunyai orang tua, bersyukurlah sebab banyak anak yatim-piatu yang sangat merindukan kasih sayang orang tua.

Cintailah orang tua kamu sebagaimana kamu mencintai diri kamu sendiri.

Sebab karena cintalah, kedua tangan mereka menggendong kamu ketika lahir,

Sebab karena cintalah, mereka tungkus lumus mencari nafkah agar kamu menjadi kebaikan

Sebab karena cintalah, doa mereka untuk kamu slalu di jabah oleh Tuhan

Dan tak henti-hentinya kami haturkan pujian yang terharuskan untukmu Ibu, untukmu Ayah